Kamis, 21 Oktober 2010

DAMPAK POSITIF PENGARUH ALAT BANTU VISUAL TERHADAP KEMAMPUAN SISWA MELAKUKAN TEMBAKAN HUKUMAN DALAM PROSES BELAJAR BOLA BASKET DI SMPN 1 TERISI



PROPOSAL

DAMPAK POSITIF PENGARUH ALAT BANTU VISUAL TERHADAP KEMAMPUAN SISWA MELAKUKAN TEMBAKAN HUKUMAN DALAM PROSES BELAJAR BOLA BASKET DI SMPN 1 TERISI KECAMATAN TERISI KABUPATEN INDRAMAYU

A. Latar Belakang Masalah

Penggunaan teknik dasar yang baik dalam setiap cabang olahraga sangat diperlukan karena teknik dasar berolahraga akan menunjang penampilan keseluruhan. Latihan teknik yang sempurna adalah cara yang tepat untuk membentuk pemain yang baik. Mengenai latihan teknik, Gure (1991 : 3) menyatakan sebagai berikut:

“Pendekatan yang tepat untuk memberikan latihan dimulai dengan pengajaran tentang skill-skill dasar. Pelatih harus sabar memberikan dril berkali-kali agar tercapai performance skill dasar yang benar, tidak ada jalan pintas untuk mencapai tujuan ini. Tim yang baik adalah tim yang memiliki skill yang baik.”

Otomatisasi motorik yang berbentuk teknik untuk semata-mata berasal dari insting (bawaan) tetapi diperoleh dari latihan performance atau motorik atau perkembangan neuromuscular, karena unsur inilah yang akan menentukan teknik-teknik yang dipelajari menjadi lebih sempurna. Harsono (1980 : 100) menyatakan sebagai berikut:

“Latihan teknik adalah latihan yang khusus dimaksudkan guna membentuk dan memperkembangkan kebiasaan-kebiasaan motorik atau perkembangan neuromuscular. Kesempurnaan teknik-teknik dasar dari setiap gerakan adalah penting oleh karena akan menentukan gerakan-gerakan keseluruhan. Oleh karena itu gerakan-gerakan dasar setiap bentuk teknik yang diperlukan dalam setiap cabang olahraga haruslah dilatih dan dikuasai secara sempurna.”

Bila berorientasi kepada prestasi, maka penguasaan teknik dasar yang dilatih khusus setiap cabang olahraga mutlak harus dikuasai dengan baik. Begitu halnya pada permainan bola basket haruslah terlatih dan dikuasai sesempurna mungkin. Salah satu teknik permainan bola basket yang mempunyai peran penting adalah menembak (shooting) karena kemampuan menembak banyak mendukung kemenangan suatu tim bola basket.

Kemenangan suatu tim bola basket diukur melalui pengumpulan angka skor terbanyak. Untuk itu setiap regu akan berusaha memasukan bola ke keranjang lawan sebanyak-banyaknya dan berusaha menjaga lawan agar tidak dapat memasukan bola basket seperti yang didefiinisikan dalam peraturan permainan bola basket (1990 : 8) sebagai berikut:

“Permainan bola basket dimainkan oleh dua regu yang masing-masing terdiri dari 5 pemain. Tiap regu berusaha memasukan bola dalam keranjang regu lawan dan mencegah regu lawan memasukan bola atau membuat angka / skor. Bolla boleh dioper, dilempar, ditepis, digelindingkan atau dipantulkan / didribble ke segala arah, sesuai dengan peraturan / ketentuan.”

Peran menyerang dalam menentukan kemenangan merupakan bagian yang terpenting dalam pengajaran teknik bermain bola basket, oleh karena itu untuk mendukung hal tersebut perlu adanya perhatian tentang faktor pendukung penyerangan secara khusus.

Keberhasilan dalam penyerangan perlu didukung oleh kemampuan teknik menembak yang tinggi sebab kemampuan atau kekalahan dalam suatu pertandingan. Pentingnya menembak dalam permainan bola basket diakui oleh para ahli diantaranya Cooper dan Siendentop (1991 : 254) yang menyatakan, “ . . . . . . Shooting is the most important and the most difficult skill to master in the game of baskeetball”.

Tembakan bola basket pada dasarnya terbagi dua yaitu tembakan lapangan dan tembakan hukuman. Tembakan lapangan merupakan tembakan yang dilakukan dalam suatu penyerangan oleh pemain atau regu dalam suatu permainan, sedangkan tembakan hukuman adalah tembakan yang diberikan kepada pemain atau regu karena pemain atau regu lawan melakukan kesalahan dan diputuskan oleh wasit untuk dikenakan tembakan hukuman.

Tembakan hukuman dapat menentukan kemenangan atau kekalahan suatu regu dalam suatu pertandingan. Hal ini didasarkan pelaksanaan tembakan hukuman dilakukan di luar waktu pertandingan, artinya jam pertandingan akan dimatikan (stop) pada saat pelaksanaan tembakan hukuman. Dengan demikian setiap pemain yang melakukan tembakan hukuman mendapat kesempatan untuk memaafkan sebaik mungkin untuk menembak angka bagi regunya.

Teknik menembak hukuman sama halnya dengan tembakan teknik lapangan, yaitu: 1) teknik menembak dengan menggunakan satu tangan dari atas kepala. 2) teknik menembak dengan menggunakan dua tangan dari atas kepala. 3) teknik menembak dengan menggunakan satu tangan dari depan dada. 4) teknik menembak dengan menggunakan dua tangan dari depan dada. 5) teknik menembak dengan menggunakan dua tangan dari bawah.

Setiap teknik menembak dalam permainan bola basket mempunyai kekurangan dan kelebihan sesuai dengan kondisi teknik tersebut digunakan. Di dalam penelitian ini teknik tembakan hukuman yang dipakai adalah tembakan dengan teknik satu tangan dari atas kepala. Penelitian tersebut didasarkan kepada beberapa alasan antara lain:

1. Menggunakan satu tangan sebagai tumpuan akan diperoleh titik lepa lebih tinggi, artinya titik lepas yang lebih tinggi akan memperpendek jarak antara titik lepas bola dengan titik sasaran.

2. Pengerahan tenaga yang terpusat pada satu tangan akan lebih terkontrol gerakannya.

3. Konsentrasi yang terpusat pada satu tangan akan menghasilkan tembakan lebih baik.

Berdasarkan pada latar belakang dan alasan yang diungkapkan, penulis membuat alat Bantu visual sebagai media pembelajaran menembak (shooting) dari sudut yang abstrak (hayal) menjadi sudut tembakan kongkrit (nyata).

Dalam melakukan tembakan bola basket apapun teknik yang digunakan ada beberapa pertimbangan untuk mendapatkan hasil yang akurat. Faktor pertimbangan dalam tembakan bola basket pada keranjang yaitu : ketinggian, kekuatan, sudut lepas dan tahanan udara ketika melayang. Hay (1993 : 226) menyatakan sebagai berikut:

The principal factors governing the outcome of a shot are those that determine the flight path of any projectile, wig, its height speed and angle of release, and the air resistance encountered in flight”.

Pada penelitian ini penulis menekankan pada faktor sudut lepas (angle of release) bola, busur tersebut dibentuk antara sudut lepas bola dengan sudut masuk ke keranjang (angle of entry). Besar sudut lepas bola berdasarkan anjuran Hay yaitu di antara sudut 49 derajat dan 55 derajat dari ketinggian 7 Ft dengan jarak tembakan 450 cm (4,5 m). Lebih lanjut Hay (1993 : 226) menyatakan sebagai berikut: “It seems reasonable to suggest that an angle of release between 49 derazat and 55 derazat is likely provide the shooter with a greather likelihood of success than any angle outside this range.”

Selanjunya Hay menyatakan besar sudut (angle of entry), untuk sudut lepas 49 derajat besar sudut masuknya 38 derajat sedangkan untuk sudut lepas 55 derajat besar sudut masuk 45 derajat.

Berdasarkan pada latar belakang dan alasan yang diungkapkan, penulis membuat alat bantu visual sebagai media pembelajaran menembak (shooting) dari sudut yang abstrak (hayal) menjadi sudut tembakan yang kongkrit (nyata). Busur sudut visual ini diantaranya sudut lepas (angle of release) dengan sudut masuk (angle of entry), kemudian besar sudut lepas 49 derajat besar sudut masuknya 45 derajat, dilakukan dari ketinggian 7 Ft dengan jarak dari daerah tembakan hukuman ke tengah-tengah garis hayal keranjang 4,5 m (15 Ft).

Dengan pembelajaran secara visual dalam beberapa media dan bentuk, memungkinkan suatu pengertian yang abstrak akan disajikan lebih kongkrit. Dalam hal ini Sudjana dan Rivai (1999 : 47) menyatakan, “Konsep pengajaran visual didasarkan atas asumsi bahwa pengertian-pengertian yang abstrak dapat disajikan lebih kongkrit”. Dengan mengacu pada pendapat di atas maka media visual atau alat bantu untuk pembelajaran menembak (shooting) bagi siswa lanjutan diduga akan membantu untuk mengetahui seberapa besar nilai guna dan kemanfaatan dari media visual ini, penulis akan mencoba meneliti tentang pengaruh alat Bantu visual terhadap kemampuan para siswa mempersepsi sudut tembakan yang diukur dari hasil tembakan hukuman dari atas kepala dalam proses belajar permainan bola basket.

B. Perumusan Masalah

Bertitik tolak dari latar belakang masalah yang penulis kemukakan, maka timbul suatu permasalahan yang beranjak kepada hasil tembakan bola yang perlu diteliti lebih lanjut. Adapun permasalahan tersebut akan penulis rumuskan dalam bentuk pertanyaan penelitian sebagai berikut: “Sejauh mana pengaruh alat bantu visual terhadap kemampuan siswa dalam melakukan tembakan hukuman dengan satu tangan dari atas kepala dalam proses belajar bola basket di SMPN 1 Terisi Kecamatan Terisi Kabupaten Indramayu.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian yang ingin dicapai penulis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: “Untuk mengetahui sejauh mana perngaruh alat bantu visual terhadap kemampuan siswa dalam melakukan tembakan hukuman dengan satu tangan dari atas kepala dalam proses belajar bola basket di SMPN 1 Terisi Kecamatan Terisi Kabupaten Indramayu.

D. Kegunaan Penelitian

1. Alat Bantu diharapkan mempercepat konsep berpikir siswa lanjutan dalam proses belajar tembakan hukuman satu tangan dari atas kepala pada permainan bola basket.

2. Bahan masukan bagi pengajar atau pelatih untuk latihan tembakan hukuman satu tangan dari atas kepala pada permainan bola basket.

3. Sumbangan keilmuan bagi perkembangan olahraga bola basket pada umumnya.

E. Pembatasan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis membatasi pada masalah pengaruh alat Bantu visual terhadap hasil tembakan hukuman dengan satu tangan dari atas kepala dalam proses belajar bola basket pada siswa di SMPN 1 Terisi Kecamatan Terisi Kabupaten Indramayu.

Untuk menghindari kesalahpahaman tentang penelitian yang dipelajari oleh penulis, maka dijelaskan ruang lingkupnya penelitian ini sebagai berikut:

1. Pengaruh alat Bantu visual terhadap kemampuan siswa melakukan terhadap kemampuan siswa dalam melakukan tembakan hukuman dengan satu tangan dari atas kepala dalam proses belajar bola basket.

2. Populasi yang dijadikan obyek penelitian adalah siswa kelas I putra yang mengikuti ekstra kurikuler bola basket di SMPN 1 Terisi Kecamatan Terisi Kabupaten Indrmayu.

3. Sampel yang diambil sebanyak 30 orang dengan memenuhi syarat kualifikasi dan proporsional.

F. Penjelasan Istilah

Untuk menghindari penafsiran yang berbeda-beda, maka penulis mencoba memberikan penjelasan mengenai istilah-istilah yang dipergunakan dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Pengaruh. Menurut pendapat Poerwadarminta (1996 : 731) bahwa pengaruh adalah, “Daya yang ada atau yang timbul dari sesuatu (orang, benda dsb), yang berkuasa atau yang berkekuatan”.

2. Alat Bantu visual. Menurut Sudjana dan Rivai (1999 : 57) bahwa alat bantu visual itu adalah, “Alat Bantu visual dalam konsep pengajaran visual adalah setiap gambar, model, benda atau alat-alat lain yang memberikan pengajaran visual yang nyata kepada siswa”. Alat Bantu yang dimaksud adalah alat bantu visual tembakan hukuman rancangan penulis yang banyak didukung oleh teori-teori Hay.

3. Kemampuan. Kemampuan para siswa mempersepsi sudut tenbakan untuk menafsirkan sudut tembakan (alat bantu visual) sebagai stimuli secara tepat sehingga mampu menghasilkan sebuah sudut tembakan yang efektif dan efisien dalam permainan bola basket.

4. Siswa yang dimaksud adalah siswa SMPN 1 Terisi Kecamatan Terisi Kabupaten Indramayu yaitu siswa yang sudah mengenal materi atau teknik gerakan yang akan diajarkan, kemampuannya diantara siswa pemula.

5. Tembakan Hukuman. Tembakan hukuman diartikan tembakan bebas (free throws), menurut peraturan permainan bola basket (1990 : 52) bahwa, “Tembakan bebas adalah kesempatan yang diberikan kepada seseorang pemain untuk menciptakan 1 angka dari tembakan tanpa dirintangi untuk gol dari posisi secara langsung di belakang garis tembakan bebas”.

6. Teknik tembakan satu tangan dari atas kepala. Teknik menembak dengan satu tangan di atas kepala adalah teknik menembak dengan menggunakan satu tangan dengan letak bola berawal dari atas kepala.

7. Belajar. Menurut Surya (1995 : 23) mengemukakah bahwa : “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalaman individu itu sendiri dalam interaksinya dengan lingkungan.”

8. Permainan Bola Basket. Peraturan permainan bola basket (1990 : 3) mendefinisikan sebagai berikut: “Bola basket dimainkan dua regu masing-masing terdiri dari lima pemain. Tiap regu berusaha memasukan bola ke dalam keranjang regu lawan dan mencegah regu lawan memasukan bola atau membuat angka/skor”.

G. Anggapan Dasar

Sebelum penelitian ini dilanjutkan, penulis mempunyai anggapan dasar yang bisa dijadikan sebagai titik tolak (starting point) pemikiran dalam perumusan hipotesis. Seperti yang diungkapkan Winarno Surakhman (1992 : 38): “Anggapan dasar, asumsi atau postulat yang menjadi tumpuan segala pandangan dan kegiatan terhadap masalah yang dihadapi. Postulat ini menjadi titik pangkal, titik mana tidak lagi menjadi keragu-raguan penyelidik”.

Dengan adanya keterangan tersebut di atas, maka penulis merumuskan anggapan dasar dalam penelitian ini sebagai berikut :

1. Alat Bantu Visual dapat memperjelas konsep teknik gerak yang abstrak.

2. Antisipasi persepsi sudut tembakan mempengaruhi hasil tembakan hukuman bola basket.

3. Persepsi tersebut dapat dibentuk melalui visual sudut tembakan bola basket yang benar.

4. Makin tinggi kemampuan mempersepsi sudut tembakan makin akurat hasil tembakan bola basket.

H. Hipotesis

Setiap penulis mengetengahkan permasalahan dan anggapan dasar sebagai bahan pemikiran untuk menarik teori sementara yang kebenarannya masih perlu diuji, teori ini adalah hipotesis. Hipotesis yang penulis ajukan adalah : “Proses belajar teknik tembakan hukuman satu tangan dari atas kepala pada permainan bola basket dengan alat Bantu visual berpengaruh positif terhadap kemampuan siswa dalam melakukan tembakan hukuman”.

A. TINJAUAN TEORITIS

1. Proses Belajar Mengajar

Belajar mengajar merupakan kegiatan saling berinteraksi aktif antara kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa, dan kegiatan mengajar yang dilakukan oleh guru. Interaksi kegiatan guru dan siswa akan terjalin erat bila kedua kegiatan yang dilakukan itu mempunyai tujuan yang jelas dan dipahami artinya oleh guru atau pun siswa. Dalam kaitan ini Uzer Usman (1990 : 1) menyatakan bahwa :

“Proses belajar mengajar merupakan suatu proses yang mengandung serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Interaksi hubungan timbal balik antara guru dan siswa ini merupakan syarat utama bagi berlangsungnya proses belajar mengajar”.

Interaksi yang terjadi dalam proses belajar mengajar merupakan interaksi antara berbagai komponen. Komponen-komponen yang terlibat itu adalah guru, materi dan siswa, seperti apa yang dikemukakan Muhammad Ali (1997 : 4) bahwa, komponen dapat dikelompokkan dalam tiga kategori utama, yaitu (a) guru; (b) isi atau materi pelajaran, (c) siswa. Interaksi antara ketiga komponen utama itu melibatkan sarana dan prasarana, seperti metode, media penataan lingkungan tempat belajar, sehingga terciptanya situasi belajar mengajar yang memungkinkan tercapainya tujuan yang telah direncanakan.

Siswa sebagai subjek belajar hendaknya mendapatkan perubahan perilaku positif melalui proses belajar mengajar berupa pengetahuan maupun keterampilan. Perubahan perilaku tersebut merupakan upaya yang sengaja dilakukan oleh guru dan siswa. Sumadi Suryabrata dalam Supandi dan Laurens Seba (1993 : 1) menyatakan : “Belajar merupakan upaya yang disengaja untuk memperoleh perubahan tingkah laku baik berupa pengetahuan maupun keterampilan”.

Pendapat lain tentang belajar dikemukakan oleh Magil (1985 : 22) bahwa : “Learning is change in the internal state of a Pearson that results from practice or experience and must be inferred from the observation of that persons performance”.

Dari kutipan tersebut, dapat terungkap bahwa belajar adalah suatu perubahan dalam diri seseorang yang sesungguhnya berdasarkan latihan dan pengalaman diri dari penampilan seseorang.

Pada hakikatnya perubahan tingkah laku itu adalah perubahan kepribadian pada diri seseorang. Tingkah laku mengandung pengertian yang luas, meliputi segi jasmani (struktural) dan segi rohani (fungsional), keduanya saling berinteraksi satu sama lain.

Teori yang dianggap cocok sebagai landasan penelitian penulis adalah teori Classical Conditioning Paviov dan Watson. Teori ini menekankan hasil belajar didapat oleh adanya syarat-syarat tertentu sehingga siswa belajar karena adanya syarat-syarat tertentu. Dalam kaitan ini Ngaliman Purwanto (1998 : 93) menyatakan bahwa , “Toeri conditioning belajar adalah suatu proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (condition) yang menuntut (respons)”. Syarat-syarat dalam teori tersebut harus menimbulkan minat siswa belajar seperti halnya, media mengajar atau alat-alat lain yang nyata.

Tingkah laku yang ditampilkan individu merupakan hasil pengkondisian melalui berbagai bentuk aktivitas latihan-latihan, kebiasaan-kebiasaan yang merupakan reaksi terhadap respons yang diminati. Ngalim Purwanto (1998 : 93) menyatakan “Segala tingkah laku manusia juga tidak lain adalah hasil dari conditioning. Yakni hasil daripada latihan-latihan atau kebiasaan-kebiasaan mereaksi terhadap syarat-syarat atau perangsang-perangsang tertentu yang dialami di dalam kehidupannya”.

Kebiasaan-kebiasaan dan latihan-latihan itu lambat laun membentuk otomatisasi yang terjadi di luar kesadaran kita, dalam hal ini peran conditioning yang kontinu sangat besar. Lebih lanjut Ngalim Perwanto (1998 : 93) berpendapat bahwa : “Yang terpenting dalam belajar menurut teori conditioning ialah adanya latihan-latihan yang kontinu. Yang diutamakan dalam teori ini adalah belajar yang terjadi secara otomatis”.

Untuk mendapat hasil proses belajar mengajar yang menetap dan bermakna diperlukan suatu teknik perangsang yang dinikmati siswa, bentuk perangsang itu adalah media pendidikan.

2. Media Pendidikan

Media pendidikan merupakan bagian integral dari proses pendidikan dan keberadaannya sudah menjadi bagian yang penting untuk menyukseskan proses belajar mengajar di sekolah. Di sekolah-sekolah tertentu telah digunakan berbagai jenis media pendidikan yang sesuai dengan selalu memperhatikan efisiensi, efektivitas, dan tuntutan zaman.

Di Indonesia, media radio dan televisi telah digunakan sebagai media pendidikan. Dengan keberadaan itu, diharapkan pendidikan akan tersebar luas dan dapat dimanfaatkan guru untuk kepentingan proses belajar mengajar.

Pekerjaan guru adalah pekerjaan yang menuntut profesionalisme, karena itu diperlukan sikap profesionalisme dalam menjalankan tugas. Kemampuan itu dapat dilihat pada kesanggupan guru: pengajar, pembimbing, administrator dan sebagai pembina ilmu. Salah satu kemampuan guru yang perlu ditekuni adalah dalam penguasaan metodologi pengajaran. Menurut Oemar Hamalik (1999 : 4), salah satu kemampuan itu adalah sebagai berikut: “Sejauh manakah ia menguasai metodologi media pendidikan di sekolah untuk kepentingan anak didiknya sehingga memungkinkan perkembangan mereka secara optimal sesuai dengan tujuan pendidikan”.

Perkembangan anak diharapkan akan optimal bila kemampuan dasar (talenta) anak diarahkan pada suatu komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran efektif dan efisien. Untuk itu diperlukan suatu media pendidikan.

Begitu besar peran dan nilai media pendidikan bagi perkembangan proses belajar anak. Sehingga Hamalik (1999 : 15) yang dikutip dari Encyclopedia of Education Research menyatakan sebagai berikut :

a. Meletakkan dasar-dasar yang konkret untuk berpikir dan untuk mengurangi oleh karena itu mengurangi verbalisme.

b. Memperbesar perhatian para siswa.

c. Meratakan dasar-dasar yang penting untuk perkembangan belajar, oleh karena itu membuat pelajaran lebih mantap.

d. Memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan berusaha sendiri di kalangan para siswa.

e. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan kontinyu hal ini terutama terdapat dalam gambaran hidup.

f. Membantu tumbuhnya pengertian, dengan demikian membantu perkembangan kemampuan berbahasa.

g. Memberikan pengalaman-pengalaman yang tidak mudah diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi yang lebih mendalam serta keragaman yang lebih banyak dalam pelajaran.

Oleh karena itu dengan menggunakan media pendidikan, secara tepat dan variasi sikap pasif anak didik dapat diatasi. Dalam hal ini Rumampuk (1998 : 12) yang dikutip dari Derek Rowntrie menyebutkan fungsi media pendidikan sebagai berikut: (1). Engange the students motivation (membangkitkan motivasi belajar), (2). Recall earlier learning (mengulangi apa yang telah dipelajari), (3). Provide new learning stimuli (menyediakan stimulus belajar), (4). Activate the student response (mengaktifkan respon murid), (5). Give speedy feedback (memberikan balikan dengan cepat), (6). Encourage appropriate practice (menggalakan latihan yang serasi).

Dengan beberapa penjelasan tersebut, jelaslah bahwa media pendidikan memiliki manfaat yang besar, khususnya bagi kelangsungan pengajaran dan merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari suatu proses belajar mengajar. Dalam hal ini Oemar Hamalik (1999 : 12) mendefinisikan media pendidikan sebagai berikut : “Yang dimaksud media pendidikan adalah alat, metode, dan teknik yang digunakan dalam rangka mengefektifkan komunikasi dan interaksi antara guru dan siswa dalam proses pendidikan dan pengajaran”.

Di dalam proses belajar mengajar, guru dituntut agar terampil memilih media pendidikan yang sesuai dengan situasi dan kondisi yang dihadapi. Karena media pendidikan merupakan salah satu penyebab terwujudnya proses belajar mengajar yang efektif dan efisien.

Media pendidikan yang memenuhi syarat, menurut Oemar Hamalik (1999 : 7), menyatakan sebagai berikut:

a. Rasional, sesuai dengan akal dan mampu dipikirkan oleh kita

b. Ilmiah, sesuai dengan perkembangan akal dan prosedur ilmiah serta mampu dipikirkan oleh kita.

c. Ekonomis, sesuai dengan kemampuan pembiayaan yang ada (hemat).

d. Praktis, dapat digunakan dalam kondisi praktek di sekolah.

e. Fungsional, berguna dalam pelajaran dan dapat digunakan oleh guru dan siswa.

Dengan adanya syarat-syarat tersebut, diharapkan seorang guru tidak ragu untuk menentukan pilihan mengenai media pendidikan ini.

Selain itu, untuk mempertegas pemilihan media pendidikan ini Oemar Hamalik (1999 : 11) mengemukakah ciri-ciri umum dari media pendidikan sebagai berikut :

“Tekanan utama terletak pada benda atau hal-hal yang biasa dilihat dan didengar. Media pendidikan digunakan dalam rangkaian hubungan komunikasi dalam pengajaran antara guru dan siswa. Media pendidikan mengandung aspek sebagai alat dan sebagai teknik yang sangat erat hubungannya dengan metode mengajar”.

Syarat-syarat dan ciri-ciri umum media pendidikan ini dapat dijadikan pedoman memilih media yang cocok dan tepat. Pemilihan yang akurat akan sangat mendukung keberhasilan proses interaksi dan penerimaan komunikasi, dalam hal ini antara guru dan siswa.

Bentuk-bentuk media pendidikan banyak diungkap para ahli pendidikan. Miarso (1996 : 53) dalam kaitan ini menyatakan bentuk-bentuk media pendidikan sebagai berikut :

“Media audio visual gerak merupakan media yang paling lengkap, yaitu menggunakan kemampuan audio visual gerak. Media audio visual diam merupakan media kedua dari segi kelengkapan kemampuannya karena itu memiliki semua kemampuan yang ada pada golongan sebelumnya kecuali penampilan gerak. Media audio semi gerak memiliki kemampuan menampilkan suara disertai gerakan titik secara linier, jadi tidak dapat menampilkan gerakan nyata secara utuh. Media visual gerak memiliki kemampuan seperti golongan pertama kecuali penampilan suara. Media visual diam mempunyai kemampuan menyampaikan informasi secara visual tetapi tidak menampilkan suara atau pun gerak. Media audio adalah media yang hanya memanipulasi kemampuan suara semata-mata. Sedangkan media cetak merupakan media yang hanya mampu menampilkan informasi berupa huruf dan angka dan simbol-simbol verbal tertentu saja”.

Pengelompokan ini tidak berarti yang satu kelompok lebih baik dari yang lain, seperti diungkapkan Miarso (1995 : 53) bahwa:

“Dari beberapa pengelompokan media yang dikemukakan di atas dapat dilihat bahwa hingga kini belum terdapat kesepakatan tentang taksonomi media yang mencakup segala aspek yang berlaku umum, khususnya untuk suatu sistem pembelajaran. Karena itu, pengelompokan yang ada juga dilakukan atas dasar pertimbangan dan kepentingan yang berbeda”.

Dari kutipan di atas, penulis berpendapat bahwa tiap kelompok media mempunyai kelebihan dan kekurangan masing-masing, yang penting adalah bahwa media tersebut hendaknya sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada dan layak untuk dipergunakan sebagai media pendidikan.

3. Alat Bantu Visual

Alat bantu visual dalam konsep pengajaran visual adalah gambar, model, benda dan alat-alat lainnya yang memberikan pengalaman visual yang nyata kepada siswa. Keberadaan alat bantu visual akan memperjelas konsep yang abstrak menjadi lebih kongkrit. Nana Sudjana dan Ahmad Rivai (1999 : 47) menyatakan sebagai berikut : “Konsep pengajaran visual didasarkan atas asumsi bahwa pengertian-pengertian yang abstrak dapat disajikan konkret”.

Sumbangan media visual banyak membantu penyampaian informasi dengan cepat dan informasi akan baik bila mengikuti pola-pola terjadinya komunikasi. Pada keadaan tertentu, khususnya siswa-siswa yang relatif masih muda dalam usia dan cara berpikir, bentuk informasi yang mudah diserap nampaknya dari bentuk konkret ke bentuk abstrak. Hal ini sejalan dengan penelitian dale yang dikutip Latuheru (1998 : 17) menyatakan bahwa : “Pengalaman seseorang berlangsung mulai dari tingkat konkret (pengalaman langsung) menuju ke tingkat abstrak:.

Seberapa besar sumbangan itu berarti bagi penyampaian informasi tergantung pola proses penyampaian informasi itu sendiri. Di dalam setiap komunikasi selalu terjadi urutan perpindahan informasi.

Berdasarkan ide tersebut terungkap bahwa:

a. Pesan atau ide dalam bentuk informasi datang dari manusia.

b. Selanjutnya pesan itu dirubah dalam bentuk lambang, misalnya suatu konversasi dirubah dalam bentuk suara, tulisan kata, dan gambar.

c. Kemudian pesan yang telah dirubah kode tersebut dipindahkan kepada penerima melalui channel dengan menggunakan media tertentu misalnya film, gambar, dan buku cetak. Kemudian dengan bantuan indera mata dan telinga informasi tersebut ditapsirkan lagi.

d. Komunikasi yang efektif tergantung pada partisipasi penerima yang akan bereaksi dengan jawaban, pertanyaan atau tindakan. Dengan bantuan sistem saraf pesan itu dapat diterima.

e. Akhirnya penerima mengirim kembali pesan yang telah diolah sebagai feedback atau balikan yang dapat berbentuk kata, ekspresi, gerakan tangan dan lain-lain. Dari feedback ini pengirim (manusia sumber) dapat mengetahui apakah komunikasi dapat berlangsung efektif atau tidak, apakah ada gangguan selama komunikasi berlangsung. Gangguan ini harus dicari oleh manusia sumber agar diadakan perbaikan sesuai dengan maksud pesan.

Media yang dapat dilihat indera mata (media visual) sangat membantu proses belajar mengajar anak dalam memahami konsep berpikir abstrak. Kemampuan media visual ini banyak diakui oleh para ilmuwan pendidikan diantaranya Dale yang dikutip Latuheru (1998 : 17) mengatakan, “Pengalaman belajar seseorang, 75% diperoleh indera lihat (mata) : 13% melalui indera dengar (telinga) dan selebihnya melalui indera lain”.

Untuk mengetahui bagaimana peran media visual bagi proses belajar mengajar dan pentingnya belajar langsung pada tingkat kongkrit (visual) menuju ke tingkat abstrak, hal ini dapat dipahami melalui teori kerucut dari pengalaman Dale.

Pada usia-usia tertentu khususnya usia muda peran media sangat diperlukan untuk membantu sebuah konsep yang disajikan abstrak. Agar pemahaman sebuah konsep yang disajikan kongkrit (alat bantu) lebih kuat dan bermakna, diperlukan langkah-langkah yang hiarki (tingkatan). Pada gambar pengalaman kerucut Dale kita dapatkan sebuah gambar tetap (alat bantu visual) menjadi bagian proses belajar mengajar terjadi nyata menuju hayal.

Pada tingkatan kongkrit seseorang belajar dari kenyataan atau pengalaman langsung, kemudian meningkat ke yang lebih dalam tingkatan yang lebih abstrak dalam bentuk simbol-simbol. Semakin ke atas semakin abstrak, tetapi tidak berarti sulit. Pembagian tingkatan semata-mata membantu melihat pengalaman belajar.

Pada penelitian ini media yang digunakan adalah media visual diam yang mempunyai kemampuan menyampaikan informasi secara visual tetapi tidak dapat menampilkan suatu atau gerak.

4. Kemampuan Persepsual dalam Tembakan Hukuman

1. Kemampuan Umum Psikomotor

Manusia adalah makhluk berpikir, berperasaan dan tidak terlepas dari gerakan, dan hal lain selalu dimanipulasikan ke dalam semua sektor kehidupan. Nilai manifestasi yang dilakukan mengandung gerakan-gerakan yang penuh arti , maka sebenarnya ia telah mampu mengoordinasikan domain kognitif (pengetahuan), aktif (sikap) dan psikomotor (gerak). Dalam kaitan ini Harrow (1991) : 6) menyatakan : “Movement is the key to life and exists in all areas of life. When man performs purposeful movement he is coordinating the cognitive, the psychomotor, and the affective domains”.

Kemampuan mengoordinasikan domain kognitif, afektif fan psikomotor pada anak didik digunakan dalam proses belajar mengajar di sekolah. Kemampuan mengoordinasikan domain tersebut memberikan dampak yang positif terhadap persepsi belajar anak.

Domain yang mempunyai hubungan erat dengan gerak adalah domain psikomotor, karena domain psikomotor dapat diinterpretasikan sebagai sesuatu yang berhubungan dengan gerak manusia yang tampak. Lebih dari itu menurut kata dasarnya, psikomotor dari kata “psiko” dan “motor” yang mengandung arti gerak yang disengaja. Gerak yang disengaja dan nampak, pada anak didik berada pada domain belajar (learning domine), artinya gerak yang disengaja dan nampak bisa dipelajari. Harrow (1991 : 31) menyatakan lebih lanjut bahwa “The all observable voluntary human motion will fall into the learning domain”.

Dalam perilaku psikomotor gerak manusia ada beberapa klasifikasi hiarki untuk dapat menguasai suatu gerakan, klasifikasi tersebut mulai dari tingkat terendah sampai tingkat tertinggi yang berkelanjutan (Continue).

Kalsifikasi domain psikomotor itu adalah sebagai berikut: (1). Gerak refleks (refleks movements), (2). Gerakan dasar (basic fundamental movements), (3). Kemampuan mengamati (perceptual abilities), (4). Kemampuan fisik (physical abilities), (5). Gerakan keterampilan (Skilled movements), (6). Kemampuan komunikatif (non discursive Communications).

Klasifikasi domain psikomotor dirancang khusus untuk membentuk pendidik dan pengembangan kurikulum dalam mengategorikan penomena-penomena gerakan yang tampak ke dalam salah satu dari enam tingkat hiarki daerah psikomotor.

Dasar pertimbangan untuk semua gerakan tingkah laku adalah gerakan refleks (reflexs movements). Kategori gabungan refleks dan gerakan yang tidak dipisahkan disebut gerakan dasar (basic fundamental movements). Meskipun pelajar nampak disengaja menanggapi kategori pertama, namun pada gerakan dalam kategori kedua tidak dapat dipisahkan dengan anak didik, karena adanya pola-pola gerakan yang disengaja (basic fundamental movements) untuk menghasilkan gerakan terlatih. Kategori kemampuan mempersepsi (perceptual abilities) dan kemampuan fisik (physical abilities), dalam kategori ini anak didik mengalami banyak pengalaman belajar yang akan mempertajam kemampuan mempersepsi dan menggunakan dalam banyak aktivitas, maka akan meningkatkan kualitas kemampuan fisiknya, dalam mendapatkan perbendaharaan gerakan yang terlatih (skilled movement) dituntut memiliki kemampuan yang diperlukan (tubuh yang efisien, sistem persepsi yang akurat dan seperangkat gerakan yang terlatih) untuk dimodifikasi dan menciptakan pola gerakan yang indah dan bagus. Kategori puncak non discursive Communications adalah tingkat tertinggi dari keahlian yang dicapai anak didik dalam proses belajar mengajar gerak.

2. Kemampuan persepsual (perceptual abilities)

Kemampuan persepsual domain psikomotor pada anak didik membantu mempertajam kemampuan mempersepsi masalah yang akan dihadapi dalam banyak aktivitas. Kemampuan persepsi tepat sehingga ia dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan dan dapat menghasilkan perilaku efektif dan efisien. Harrow (1991 : 56) lebih lanjut menyatakan, “this abilities assist the learner interpresting stimuli Thus enabling him to make necessary adjustment to this Environment”.

Kemampuan perseptual domain psikomotor terbagi ke dalam limam kategori sebagaimana dijelaskan berikut, yaitu : (a). Diskriminasi kinestetik, (b). Diskriminasi visual, (c). Diskriminasi aditif, (d). Diskriminasi taktif, (e). Kemampuan terkoordinasikan.

Kategori yang berkenaan dengan masalah penelitian penulis adalah diskriminasi visual, hal itu berkenaan dengan gambar penelitian yang disajikan nyata. Diskriminasi visual ini pun terbagi ke dalam beberapa bagian, dan visual trackinglah yang dianggap cocok untuk penelitian penulis. Visual tracking yang dimaksud menurut Supandi (1996 : 50) adalah, “Kemampuan untuk mengikuti tanda-tanda atau obyek yang dikoordinasikan gerakan-gerakan mata”.

5. Analisis Kemampuan Persepsual Tembakan Hukuman

Kemampuan menafsirkan sudut tembakan pada media visual tembakan hukuman bola basket dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu :

a. Mata dan Bola

b. Tinggi sudut visual tembakan hukuman

c. Keranjang basket

Ketiga faktor yang mempengaruhi kemampuan persepsi tembakan hukuman bola basket dikoordinasikan untuk menghasilkan tembakan yang akurat melalui besar sudut yang dianjurkan. Koordinasi itu berlangsung ketika siswa mencoba untuk melakukan tembakan hukuman.

Siswa coba siap melakukan tembakan dengan teknik yang dianjurkan yaitu tembakan satu tangan dari atas kepala, bola tepat berada di atas depan samping kanan kepala. (di atas mata), mata berkonsentrasi pada titik ketinggian lengkungan sudut dan kedudukan keranjang sebagai sasaran tembakan, bila faktor ini telah terkoordinasi maka saatnya siswa melakukan tembakan hukuman bola basket.

6. Media Visual Tembakan Bebas Bola Basket

Media visual tembakan bebas bola basket yang dirancang penulis, banyak didukung oleh teori-teori yang diungkapkan oleh Hay. Teori-teori yang diungkapkan mengenai besar sudut bola yang lepas (angle of release), besar bola masuk (angle of entry), ketinggian bola lepas dan jarak tembakan bebas antara penembak di daerah tembakan bebas dengan titik tengah hayal keranjang.

Adapun teori Hay ialah besar sudut lepas (angle of release) 40 derajat dan 55 derajat, besar sudut bola masuk (angle of entry), 38 derajat dan 45 derajat, ketinggian bola lepas 7 ft, dan jarak tembakan bebas antara penembak di daerah tembakan bebas dengan titik tengah hayal keranjang 15 ft.

7. Teknik Tembakan Bebas Bola Basket

Penembak merupakan kegiatan membidik yang bertujuan memperoleh hasil ketepatan (accuraty), yakni masuknya bola ke dalam keranjang. Untuk mendapatkan hasil tersebut, pemain harus menguasai teknik menembak dengan mempelajari serta melakukan latihan secara berkelanjutan.

Ketepatan dalam menembak dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain: keseimbangan, teknik menembak yang dikuasai, dan konsentrasi pemain. Perihal ketepatan menembak Barnes (1990 : 29) mengatakan, “Accuracy in dependen kupon balance, concentration, confidence, and correct release”.

Konsentrasi pada saat menembak hendaknya terpusat pada sasaran dengan tidak kepengaruhi oleh gerakan-gerakan maupun suara-suara dari luar, baik dari sesama pemain maupun penonton. Konsentrasi dan pandangan mata tertuju pada sasaran sejak saat persiapan, saat membidik, saat menembak hingga saat bola terlepas dari tangan. Dalam kaitan ini Barnes (1990 : 29) menyatakan, “Shooters should concentrate on the target while taking aim, during the shot and afther the ball has been release”.

Dalam upaya meningkatkan efektivitas dalam belajar, maka latihan menembak khususnya dalam tembakan hukuman yang diberikan dalam proses belajar mengajar hendaknya disesuaikan dengan kebiasaan menembak yang dilakukannya. Apakah pemain tersebut menembak dengan teknik tembakan satu tangan dari atas kepala, dua tangan dari atas kepala, dengan satu tangan dari depan dada atau dengan dua tangan dari depan dada hendaknya teknik itulah yang diajarkan. Tetapi tidak sepenuhnya pertimbangan itu mutlak hukumnya. Bila pertimbangan itu berdasarkan kelebihan dan kekurangan teknik tembakan yang menjadi kebiasaan, maka teknik tembakan yang baru dan yang dia pilih menjadi pilihan.

Dalam upaya mencapai tingkat keberhasilan yang tinggi dalam melakukan tembakan hukuman, ada tiga aspek penting (dalam pelaksanaan tembakan yaitu : “Pegangan bola yang benar, posisi badan yang satu garis lurus dengan sasaran, dan posisi lengan dan tangan penembak yang juga satu garis lurus dengan sasaran”. Lebih lanjut Barnes (1990 : 30) mengatakan sebagai berikut : “There are theree important aspect of the shooting process, correct grip on the Basketball, body alignment with the target, and alignment of the shooting hand arm to the target”.

Menurut pola yang dikemukakan Cooper dan Siendentop faktor psikologi sudah mendapat perhatian yang besar di mana faktor percaya diri akan keyakinan memasukan bola. Pola atau aspek-aspek membidik pada sasaran yang khusus, pandangan yang konstan, sikap berdiri yang rileks, konsentrasi yang terpusat pada sasaran, lengan yang bebas membantu mengontrol bola, siku lengan penembak berada pada salah satu sisi garis lurus pada sasaran, gerakan menembak yang tidak terputus-putus serta keyakinan untuk dapat memasukan bola itulah perhatian khusus Cooper dan Siendentop. Menurut pola yang dikemukakan Cooper dan Siendentop faktor psikologis sudah mendapat perhatian yang besar, dimana faktor percaya diri akan keyakinan memasukan bola. Pola atau aspek-aspek membidik pada sasaran yang khusus, pandangan yang konstan, sikap berdiri yang rileks, konsentrasi yang terpusat pada sasaran, lengan yang bebas membantu mengontrol bola, siku lengan penembak berada pada satu sisi satu garis lurus pada sasaran, gerakan menembak yang tidak terputus-putus, serta keyakinan untuk dapat memasukan bola itulah yang menjadi perhatian khusus Cooper dan Siendentop, lebih lanjut Cooper dan Siendentop (1994 : 59) mengatakan :

This pattern wous involve such things is aiming at a specific target, constant eye focus, a relaxed stance adeauate concentration, support of the ball with the non-shooting hand, elbow of shooting are pointed directly in the line with the basket, quickness in executing the shot and desire to score”.

Dengan memperhatikan teori-teori mengenai tembakan hukuman tersebut akan sangat banyak membantu terhadap hasil proses belajar mengajar siswa. Teori-teori membahas teknik tembakan menjadi lebih praktis digunakan, terutama dengan adanya tugas gerakan tembakan bebas, gerakan akan lebih mudah dikuasai.

Bila kesalahan penyerangan dinyatakan dengan hukuman dan hukuman yang diberikan adalah tembakan bebas (free throws), maka pemain lawan dan siapa yang melakukan kesalahan ditunjuk wasit untuk melakukan tembakan bebas. Bila ini terjadi maka penembak sedang berusaha mencetak satu angka dari tembakan tanpa rintangan lebih lanjut peraturan permainan bola basket (1990 : 52), menyatakan bahwa: “Tembakan bebas adalah kesempatan yang diberikan pada seorang pemain untuk mencetak satu angka dari tembakan tanpa rintangan untuk gol dari posisi secara langsung di belakang garis tembakan bebas”.

Adapun tata cara melakukan tembakan bebas peraturan permainan bola basket (1990 : 52), menyatakan sebagai berikut: “Pemain yang melakukan tembakan bebas diberi waktu 5 detik sesaat ia diberi bola oleh wasit untuk melakukan tembakan bebas untuk mencetak angka. Penembak harus dengan segera mengambil posisi di belakang garis tembakan bebas dan dapat menggunakan cara untuk mencetak angka, asalkan ia tidak menyentuh garis tembakan bebas atau lapangan permainan di luar garis sampai menyentuh simpay”.

Pemain yang lain tidak boleh berbuat yang dapat mengganggu penembak dengan berbagai aksi mereka bahkan wasit pun tidak diperkenankan berdiri di daerah terlarang (daerah bersyarat atau berdiri di belakang papan pantul. Peraturan lain yang mendukung suksesnya pelaksanaan tembakan bebas adalah peraturan mengenai hak pemain yang tidak melakukan tembakan bebas, lebih lanjut peraturan permainan bola basket (1990 :53), menyatakan sebagai berikut : “Selama tembakan bebas, pemain yang lain diberi hak untuk mengambil posisi : (a). Satu dari enam pemain atau tempat yang ditunjuk, sepanjang kedua sisi dari daerah terlarang atau daerah netral, sampai bola meninggalkan tangan atau lepas dari penembak. Pemain-pemain lain mengambil tempat-tempat yang sempit (lane pace) dan harus mengambil posisi berselang-seling dan regu bertahan berhak untuk menempati tempat pertama, pada kedua posisi dari daerah terlarang. Tempat sempit satu meter lebarnya hanya ditempati oleh seorang pemain dari regu yang diberi hak untuk itu, sementara itu pemain hanya berada di tempat lain, (b). Setiap tempat di atas lapangan kecuali dalam tembakan bebas dan diantara garis akhir dan tempat sempit pertama, dan pada saat itu tidak mengganggu penembak tembakan bebas. Mereka diberi hak untuk pindah ke dalam daerah terlarang atau ke daerah netral sesudah bola menyentuh ring”.

Penembak benar-benar merasa aman dari gangguan atau aksi pemain lainnya sehingga keberhasilan tembakan akan lebih mungkin menghasilkan angka. Teknik menembak tembakan bebas (free throws) ada beberapa macam, hal ini akan sangat tergantung pada beberapa hal diantaranya adalah kebiasaan, kerugian dan keuntungan teknik tembakan yang digunakan. Adapun teknik tembakan hukuman itu adalah :

a. Teknik menembak dengan menggunakan satu tangan dari atas kepala

b. Teknik menembak dengan menggunakan dua tangan di atas kepala

c. Teknik menembak dengan menggunakan satu tangan dari depan dada

d. Teknik menembak dengan menggunakan dua tangan dari depan dada

e. Teknik menembak dengan menggunakan dua tangan dari bawah.

Teknik menembak tembakan hukuman yang digunakan penulis adalah teknik menembak dengan menggunakan satu tangan dari atas kepala.

8. Teknik Tembakan Hukuman Satu Tangan dari Atas Kepala

Teknik menembak khusus tembakan bebas hukuman dengan menggunakan teknik satu tangan dari atas kepala menjadi pilihan penulis, hal itu didasarkan beberapa hal diantaranya perbandingan keuntungan dan kerugian yang lebih baik dibandingkan dengan teknik tembakan yang lain. Adapun keuntungan dan kerugian itu adalah :

a. Keuntungan teknik tembakan hukuman satu tangan di atas kepala

1) Menggunakan satu tangan sebagai tumpuan akan diperoleh titik lepas lebih tinggi, artinya titik lepas yang lebih tinggi akan memperpendek jarak antara titik lepas bola dengan titik sasaran.

2) Pengerahan tenaga yang terpusat pada satu tangan akan lebih terkontrol gerakannya.

3) Konsentrasi yang terpusat pada satu tangan akan menghasilkan tembakan lebih baik.

Dengan menggunakan satu tangan sebagai penembak diperlukan tenaga sedikit lebih besar dibandingkan teknik lain. Untuk lebih jelas mengenai teknik menembak tembakan hukuman (free throws) satu tangan di atas kepala akan dijelaskan lebih rinci tata cara melakukannya.

1) Sikap awal

a) Berdiri rilek dengan kdua kaki terbuka selebar panggul, kaki tangan berada satu kaki lebih ke depan dari kaki kiri, kedua ujung kaki menghadap ke sasaran.

b) Badan dan kepala menghadap ke sasaran

c) Bola dipegang di atas kepala dengan jari-jari terbuka, tangan kanan berada di bagian belakang sebelah bawah bola dengan perkenaan pada permukaan keempat jari-jari dan ruas pertama ibu jari.

d) Tangan kiri berada di samping kiri dengan jari-jari terbuka berfungsi sebagai pengontrol

e) Telapak dan siku tangan kanan (penembak) menghadap sasaran

2) Sikap saat menembak

Saat menembak merupakan rangkaian gerakan-gerakan meluruskan kedua tungkai dan meluruskan lengan kanan guna mendorong bola ke arah atas depan.

Gerakan meluruskan lengan kanan diakhiri lecutan pada pergelangan tangan serta keempat, jari-jarinya. Sedangkan tangan kiri berfungsi sebagai pengontrol bola.

3) Sikap akhir

Akhir dari gerakan menembak dengan gerak lecut pergelangan tangan kanan hingga telapak tangan menghadap ke bawah.

9. Besar Sudut Teknik Tembakan Bebas Bola Basket

Bola yang ditembakan ke arah keranjang mulai lepas dari tangan, mencapai titik tertinggi dan masuknya bola ke keranjang akan terjadi pembentukan lengkungan bola (arc). Lengkungan bola tersebut dibentuk antara sudut lepas (angle of release) dan sudut masuk bola (angle of entry) semakin besar sudut yang terjadi, maka semakin tinggi lengkungannya. Tinggi rendahnya dapat mempengaruhi pula besar kecilnya penggunaan tenaga.

Semakin tinggi lengkungan bola maka akan semakin besar pula tenaga yang dibutuhkan, karena itu dianjurkan untuk melakukannya pada sudut 45 derajat atau lebih dari itu. Mengenai hal tersebut Barnes (1990 : 34) menyatakan bahwa :

“A high are also requires greater strength than a low are because the ball must travel further. All factors considered, it appears as though it is best to encourage shooters to release the ball at a 45 degree angle. However, if this desirable release cannot be achieved it is Bette to err in shooting at a greather angle rather than a smaller angle”.

Lain halnya dengan besar sudut lepas berdasarkan anjuran Hay yaitu sudut 49 derajat dan 55 derajat dari ketinggian 7 ft dengan jarak tembakan 15 ft. Lebih lanjut Hay menyatakan sebagai berikut : “It seems reasonable to suggest than an angle of release between 49 and 55 is likely to provide the shooter with a greather likelihood of success than any angle outside this range”.

Kemudian teori lain yang dungkapkan Jhon W. Bunn berdasarkan studi sebuah film yang dilakukan di sebuah group Springfield College varsity, bahwa sudut tembakan bebas 30 derajat dengan vertikal atau 60 derajat dengan horizontal memiliki nilai sudut lepas bola yang tinggi. Lebih lanjut Bunn (1995 : 23) menyatakan sebagai berikut:

“A study of the film of the underhand free throw of a group of springfield College Varsity players shows that the ball leaves the hand at an angle of about 30 from the vertical or 60 from the horizontal. The ball travel in a parabola. The basket is above the point of the release of the ball. The angle at which the ball would enter the basket would Tju be something less than 60 with the plane of the basket”.

Sudut yang lebih besar akan menghasilkan arah bola yang lebih tinggi, sedangkan apabila sudut tembakan kecil, maka arah bolanya akan condong ke arah horizontal. Demikian pula dengan sudut datang bola ke arah sasaran, semakin besar sudutnya semakin besar pula kemungkinan bola masuk ke keranjang., begitu pula sebaliknya akan semakin besar pula tenaga yang diperlukan. Besar kecilnya lintasan akan sangat tergantung kepada konsentrasi sudut lepas bola pada keranjang.

B. Prosedur Penelitian

1. Metode Penelitian

Dalam usaha memecahkan suatu penelitian diperlukan suatu metode yang tepat, karena metode yang tepat dan akurat akan mampu membahas dan memecahkan masalah (problem solving) dengan efektif dan efisien sehingga tujuan yang diharapkan akan tercapai dengan baik.

Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Alasan penulis menggunakan metode eksperimen karena metode ini dianggap tepat untuk meneliti hubungan sebab akibat antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti, yaitu faktor yang dikenai perlakuan dengan faktor yang tidak dikenai perlakuan. Dalam kaitan ini Suharsimi Arikunto (1993 : 3) mengatakan sebagai berikut :

“eksperimen adalah suatu cara untuk mencari hubungan sebab akibat (hubungan kausal) antara dua faktor yang sengaja ditimbulkan oleh peneliti mengeliminir atau mengurangi atau menyisihkan faktor-faktor yang bisa mengganggu. Eksperimen selalu dilakukan dengan maksud untuk melihat akibat dari sesuatu perlakuan”.

Penggunaan metode eksperimen dapat juga digunakan sebagai pertimbangan untuk mendapatkan suatu hasil yang diujicobakan, sehingga aspek (pengaruh) dengan pokok permasalahan dapat terungkap.

Penelitian eksperimen mempunyai beberapa model. Penggunaan model-model tersebut disesuaikan dengan aspek penelitian serta pokok masalah yang ingin digunakannya. Atas dasar pemikiran tersebut, penulis memilih Pre test Post test Design. Sebelum melaksanakan eksperimen dengan model tersebut, siswa (sampel) perlu dites awal untuk mengetahui kemampuan awal siswa. Kemudian sampel tersebut dibagi dua kelompok yaitu kelompok eksperimen, dan kelompok kontrol. Kelompok tersebut mempunyai kemampuan sama atau hampir sama. Kelompok eksperimen selanjutnya dikenai perlakuan terikat (x) dan kelompok kontrol dikenai perlakuan bebas (X). Setelah selesai perlakuan eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan tes akhir.

Eksperimen dilakukan selama tiga Minggu dengan sembilan kali pertemuan ditambah tes awal dan tes akhir. Sedangkan frekuensi proses belajar mengajar ditentukan dalam seminggu tiga kali pertemuan yaitu setiap haari Selasa, jumat dan Minggu dengan lamanya proses belajar dalam satu pertemuan 60 menit. Dengan prosedur tersebut diharapkan suatu perkembangan proses belajar mengajar akan terlihat jelas. Karena perlakuan yang teratur dan berkesinambungan serta mengikuti tahap-tahap perkembangan kemampuan hasil perlakuan akan lebih nampak.

Tiga Minggu masa eksperimen dilakukan, hal tersebut sudah menggambarkan suatu perkembangan latihan proses belajar mengajar sesuai dengan yang dijelaskan oleh Hebbelinc dan Day (1998 : 28) sebagai berikut :

The ability efficiently to mete the demand of expercise is produced by an adaptive reponse to regular exercise. Since the effects of Training can be observed Rafter to or Three weeks it is convenient to label them “Medium Term” effects.

Dalam menentukan sampel dengan menggunakan purposive sampling, dimana populasi yang diambil adalah siswa kelas I putra yang mengikuti ekstra bola basket dan diperoleh sampel sebanyak 30 orang. Sampel tersebut dibagi kelompok yaitu 15 kelompok eksperimen dan 15 kelompok kontrol. Kelompok-kelompok tersebut mempunyai kemampuan sama atau hampir sama dan diperoleh dengan cara tes awal. Kemudian kelompok eksperimen dikenai perlakuan terikat (menggunakan alat bantu visual untuk tembakan hukuman) dan kelompok kontrol dikenai perlakuan bebas (tidak menggunakan alat bantu visual untuk tembakan hukuman). Setelah sembilan kali pertemuan kelompok tersebut di tes akhir untuk membuktikan hipotensi diterima atau ditolak.

2. Populasi dan Sampel

Populasi dan Sampel merupakan bagian dari penelitian penulis. Ketelitian menentukan populasi dan sampel akan sangat berpengaruh pada pada keberhasilan yang dilakukan.

Pengertian populasi menurut Sudjana (1999 : 6) adalah sebagai berikut : “Totalitas semua nilai yang mungkin, hasil menghitung atau pun pengukuran, kuantitatif atau pun kualitatif mengenai karakteristik tertentu dari semua anggota kumpulan yang lengkap dan jelas yang ingin dipelajari sifat-sifatnya, dinamakan populasi”.

Sedangkan Kartono (1990 : 129) menjelaskan tentang sampel sebagai berikut : “Sampel atau sampel adalah contoh, monster, representan atau wakil dari suatu populasi yang cukup besar jumlahnya, yaitu suatu bagian dari keseluruhan yang dipilih dan representatif dari keseluruhannya”.

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka penulis dapat menyimpulkan, bahwa yang dimaksud dengan populasi adalah keseluruhan kumpulan yang lengkap dan jelas yang dapat dikenai penelitian, baik berupa manusia maupun benda. Sedangkan sampel adalah sebagian dari populasi dan mewakili karakteristik yang sama dengan populasi yang bersangkutan.

Populasi yang penulis gunakan adalah siswa kelas I putra yang mengikuti ekstra kurikuler bola basket di SMPN 1 Terisi dan sampel adalah siswa yang dipilih sebanyak 30 orang.

Pengambilan sampel pada penelitian ini seperti yang diungkapkan pada bagian sebelumnya yaitu dengan teknik purposive sampling (sampel bertujuan). Suharsimi

Tahapan Uji Coba Eksperimen

Pada tahap ini penulis membuat alat bantu visual dan model program proses belajar mengajar bola basket yang akan dieksperimenkan dari awal sampai akhir. Tahap ini bertujuan untuk mencari kekurangan-kekurangan dan hal-hal lain yang perlu dipersiapkan.

Tahap Program Proses Belajar Mengajar

Setelah persiapan cukup matang, maka langkah selanjutnya ialah pelaksanaan eksperimen dengan tahap pelaksanaan sebagai berikut :

a. Penyampaian proses belajar

Bentuk proses belajar mengajar ialah program pengaruh alat bantu visual terhadap tembakan hukuman (free shoot) yang diberikan pada siswa putra SMPN 1 Terisi. Program belajar mengajar ini diberikan secara teratur dengan proses belajar mengajar secara teratur pula.

b. Proses belajar mengajar

Bentuk proses belajar mengajar yang diberikan adalah untuk kelompok terikat yaitu belajar tembakan hukuman satu tangan dari atas kepala dengan menggunakan alat bantu visual dan kelompok bebas yaitu belajar tembakan hukuman satu tangan di atas kepala tidak menggunakan alat bantu visual.

c. Intensitas proses belajar mengajar

Intensitas proses belajar mengajar adalah menyatakan tingginya proses belajar mengajar yang diberikan, maka akan makin baik efek yang diperoleh. Untuk meningkatkan intensitas proses belajar mengajar tembakan hukuman dengan cara peningkatan kadar intensitas dari repetisi tersebut. Hal tersebut didasarkan kepada yang dikemukakan Harsono (1998 : 115), bahwa, “secara progresif menambah beban kerja, jumlah pengulangan gerakan (repetition), serta kadar intensitas dari repetisi tersebut”.

d. Frekuensi proses belajar mengajar

Frekuensi proses belajar mengajar adalah pengulangan proses belajar mengajar yang dilakukan selama satu Minggu. Dalam program ini frekuensi proses belajar mengajar ditentukan seminggu tiga kali, yaitu setiap hari selasa, jumat dan Minggu.

e. Lamanya proses belajar mengajar

Lamanya eksperimen akan dilakukan 3 minggu yang dimulai tanggal 10 Juni sampai 5 Juli 2010, dengan jumlah ditambah dengan tes awal dan tes akhir.

Proses belajar mengajar pada setiap pertemuan terbagi tiga bagian yaitu :

1) Pemanasan

Latihan ini dilakukan 10 menit, yang berisi pemanasan terdiri dari peregangan (statis dan dinamis), pelepasan dari lari. Gerak pemanasan menekankan pada tubuh bagian lengan dan kaki. Pemanasan ini bertujuan mempersiapkan tubuh untuk latihan inti proses belajar mengajar.

2) Latihan inti proses belajar mengajar

Proses belajar mengajar tembakan hukuman kurang lebih 45 menit, siswa coba melakukan proses belajar mengajar per setiap pertemuan dengan intensitas pengulangan tembakan hukuman semakin meningkat dan mengefektifkan waktu yang tersedia. Lebih lanjut perhatikan program proses belajar mengajar tembakan hukuman pada bagian lain.

3) Penenangan

Penentuan ini dilakukan selama 5 menit dengan tujuan pengembalian suhu tubuh, supaya kembali normal. Penenangan ini dilakukan dengan cara melakukan gerakan-gerakan ringan (pelemasan) anggota tubuh sambil mengatur pernapasan (relaksasi).

f. Program proses belajar mengajar tembakan hukuman

Program proses belajar mengajar tembakan hukuman menggunakan alat bantu visual dan yang tidak menggunakan alat bantu visual, dimulai dengan memperbaiki teknik-teknik dasar tembakan hukuman, terutama teknik tembakan satu tangan dari atas kepala (pertemuan 1).

Setelah teknik tersebut dikuasai dengan baik dilanjutkan kepada teknik tembakan hukuman yang menggunakan alat bantu visual pada kelompok A dan teknik tembakan hukuman ke keranjang pada kelompok B.

Pada kelompok A yang menggunakan alat bantu visual, proses berjalannya tembakan hukuman dimulai dengan tahap-tahap sebagai berikut :

1) Tembakan hukuman menggunakan alat bantu visual dengan setengah lengkungan pada alat bantu visual tembakan hukuman bola basket. (2 kali pertemuan).

2) Tembakan hukuman menggunakan alat bantu visual dengan satu lengkungan yang sempurna pada alat bantu visual tembakan hukuman bola basket (pertemuan 4). Teknik ini dilakukan mulai pertemuan 4 sampai pertemuan 5.

3) Tembakan hukuman menggunakan alat bantu visual dengan satu lengkungan yang sempurna dan diarahkan pada keranjang bola basket.

Teknik ini dilakukan sampai pertemuan 10.

4) Pada kelompok B yang tidak menggunakan alat bantu visual, setelah teknik dikuasai dengan baik dilanjutkan teknik tembakan pada keranjang mulai pertemuan 1 sampai 10.

g. Program proses belajar mengajar tembakan hukuman dengan alat bantu visual.

1) Pertemuan 1

a) Intensitas: masing-masing siswa melakukan tembakan hukuman sebanyak 20 kali.

b) Uraian materi: siswa berdiri rileks dengan kedua kaki terbuka selebar bahu, kaki kanan berada satu kaki lebih ke depan dari kaki kiri, ketiga ujung kaki menghadap ke sasaran, badan dan menghadap ke sasaran, bola dipegang di atas kepala dengan jari-jari terbuka, tangan berada di bagian belakang sebelah bawah bola dengan perkenaan pada permukaan keempat jari-jari dan ruas pertama ibu jari, tangan kiri berada di samping kiri dengan jari-jari terbuka, berfungsi sebagai pengontrol. Telapak tangan dan siku tangan kanan (penembak) menghadap sasaran. Saat menembak gerakan meluruskan lengan kanan diakhiri lecutan pada pergelangan tangan serta keempat jari-jarinya. Sedangkan tangan kiri berfungsi sebagai pengontrol bola.

Akhirnya dari gerakan menembak dengan gerakan lecutan pergelangan kanan hingga telapak tangan menghadap ke bawah.

2) Pertemuan II

a) Intensitas: masing-masing siswa melakukan teknik tembakan hukuman sebanyak 15 kali.

b) Uraian materi: seperti uraian materi pertemuan I, kemudian mengarahkan bola seperti garis (lengkungan) yang terlihat pada alat visual.

c) Formasi: berbanjar ke belakang

3) Pertemuan III

a) Intensitas: masing-masing siswa melakukan teknik tembakan hukuman sebanyak 15 kali.

b) Uraian materi: seperti uraian materi pertemuan II

4) Pertemuan IV

a) Intensitas: masing-masing siswa melakukan teknik tembakan hukuman sebanyak 15 kali.

b) Uraian materi: seperti uraian materi pertemuan III, gambar disajikan lebih sempurna (garis lengkung sempurna) pada alat bantu visual.

5) Pertemuan V

a) Intensitas: masing-masing siswa melakukan teknik tembakan hukuman sebanyak 15 kali.

b) Uraian materi: seperti uraian materi pertemuan IV

6) Pertemuan VI

a) Intensitas: masing-masing siswa melakukan teknik tembakan hukuman sebanyak 20 kali.

b) Uraian materi: seperti uraian materi pertemuan V

7) Pertemuan VII

a) Intensitas: masing-masing siswa melakukan teknik tembakan hukuman sebanyak 20 kali.

b) Uraian materi: seperti uraian materi pertemuan VI

8) Pertemuan VIII

a) Intensitas: masing-masing siswa melakukan teknik tembakan hukuman sebanyak 20 kali.

b) Uraian materi: seperti uraian materi pertemuan VII

9) Pertemuan IX

a) Intensitas: masing-masing siswa melakukan teknik tembakan hukuman sebanyak 25 kali.

b) Uraian materi: seperti uraian materi pertemuan VIII

h. Program proses belajar mengajar tembakan hukuman tanpa alat bantu visual

1) Pertemuan I sampai IX

a) Intensitas: pertemuan I siswa melakukan 20 kali tembakan

b) Uraian materi: uraian materi seperti tembakan yang menggunakan alat bantu visual, pada kelompok ini menggunakan alat bantu visual, pertemuan dan intensitas sama seperti yang menggunakan

c) Formasi: xxxx x x

3. Alat Pengumpul Data

Sesuai dengan masalah yang akan diteliti, maka alat ukur yang dipakai untuk mengumpulkan data adalah tes tembakan hukuman dari Edgren Basketball Test, tes penembak dari Edgren Basketball Tes ini mengukur ketepatan menembak dalam pelaksanaan tembakan hukuman.

Tes awal dan tes akhir menggunakan Edgren Basketball Test yaitu hukuman satu tangan dari atas kepala yang dilakukan 10 kali diberikan waktu lima detik untuk setiap kali melakukan tembakan hukuman.

Adapun pelaksanaan tes tembakan hukuman itu adalah :

a. Berdiri di belakang garis tembakan hukuman di dalam daerah tembakan, menghadap ke sasaran.

b. Tembakan dilakukan dengan tidak menginjak garis tembakan hukuman sampai bola menyentuh keranjang (cincin) atau jelas bola tidak akan menyentuh keranjang.

c. Orang coba melakukan tes tembakan satu tangan dari atas kepala menurut Edgren Basketball Test.

d. Apabila bola masuk dan dilakukan tidak menginjak garis batas hingga bola masuk keranjang, tembakan tersebut sah dan diberikan skor = 1. Apabila tembakan tidak masuk ataupun masuk tetapi dilakukan dengan tidak sah atau tidak benar (menginjak garis atau menggunakan teknik lain), skor = 0

Hasil yang merupakan skor tes adalah jumlah tembakan yang masuk dengan jumlah dari 10 kali tembakan setiap penembak.

4. Prosedur Pengolahan dan Analisis Data

Setelah data hasil tembakan terkumpul, maka langkah selanjutnya adalah mengolah dan menganalisis data. Untuk mengolah dan menganalisis data penulis menggunakan langkah-langkah statistik sebagai berikut :

a. Menghitung skor rata-rata dari masing-masing kelompok. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut :

Keterangan:

= Skor rata-rata yang dicari

= jumlah anggota sampel

= jumlah skor pada tiap item tes

b. Menghitung variansi dari masing-masing kelompok rumus yang digunakan menurut Sudjana (1991 : 94) adalah sebagai berikut :

Keterangan:

= simpangan baku yang dicari

= jumlah dari

= akar dari

2 = kuadrat skor mentah

= jumlah sampel

c. Menguji homogenitas dari kedua kelompok sampel sebelum eksperimen. Rumus yang digunakan menurut Sudjana (1991 : 250) adalah sebagai berikut :

F =

Ditolak Ho hanya jika F > F1 / 2x (V1, V2) dengan f1 / 2x (V1, V2) didapat daftar distribusi F dengan peluang 1/2x, sedang derajat kebebasan V1 dan V2 masing-masing sesuai dengan dk pembilang dan penyebut. Jadi kedua kelompok adalah homogen apabila F hitung lebih kecil daripada F tabel.

d. Menguji Normalitas data-data setiap tes dengan menggunakan uji Liliefors prosedur yang digunakan menurut Sudjana (1991 : 466) adalah sebagai berikut :

1) Pengamatan X1, X2, .............Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, ...............Zn dengan menggunakan rumus :

Keterangan:

= Besarnya nilai/skor yang diperoleh masing-masing

= Nilai rata-rata

= Standar deviasi

2) Untuk setiap bilangan baku untuk menggunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F (Z) = P (z z)

3) Selanjutnya dihitung proses Z1, Z2, ...............Zn yang lebih kecil atau sama dengan Z1, jika proporsi ini dinyatakan oleh S (Zi), maka:

a) Hitung selisih F (Zi) – S (Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya

b) Ambilah harga yang paling besar diantara harga mutlak selisih tersebut. Harga tersebut ini adalah Lo, untuk menerima hipotesis nol. Bandingkan Lo ini dengan nilai kritis L yang diambil dari daftar untuk taraf nyata x yang dipilih.

Kriterianya adalah :

Hipotesis nol ditolak bahwa populasi berdistribusi normal jika Lo yang diperoleh dari data pengamatan melebihi L dari daftar tabel. Dalam hal lain hipotesis nol diterima.

4) Menentukan diterima atau ditolak hipotesis. Kriteria pengujian menggunakan daftar distribusi studenet dengan tingkat kepercayaan atau taraf nyata x = 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = n – 1. Rumus yang digunakan menurut Sudjana (1992 : 241) adalah sebagai berikut :

dengan,

Arti tanda-tanda dalam rumus tersebut adalah:

t = t hitung yang dicari

= skor rata-rata dari tes awal

= skor rata-rata dari tes akhir

= simpangan baku gabungan

= jumlah sampel

= varians sampel tes awal dikuadratkan

= varians sampel tes akhir dikuadratkan

Keiteria pengujian ialah terima hipotesis nol jika , dimana didapat dari daftar distribusi t dengan derajat kebebasan (dk) = 0,05 atau tingkat kepercayaan 95%. Untuk harga t lainnya hipotesis ditolak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar