Kamis, 21 Oktober 2010

HUBUNGAN ANTARA MEDIA AUDIO VISUAL DENGAN HASIL BELAJAR KETERAMPILAN SEPAKBOLA DI KELAS X SMPN 2 TUKDANA



PROPOSAL

HUBUNGAN ANTARA MEDIA AUDIO VISUAL DENGAN

HASIL BELAJAR KETERAMPILAN SEPAKBOLA

DI KELAS X SMPN 2 TUKDANA

A. Latar belakang

Kemampuan dalam teknik dasar suatu cabang olahraga menggambarkan tingkat keterampilan dalam cabang olahraga tersebut. Indikator yang dapat diamati adalah penguasan teknik dasar cabang olahraganya. Seseorang dinyatakan terampil dalam suatu cabang olahraga, apabila ia dapat menguasai teknik-teknik dasar cabang olahraga tersebut dengan sempurna.

Sepakbola merupakan salah satu cabang olahraga yang menuntut tiap pemainnya untuk menguasai berbagai macam teknik dasar seperti passing, stopping, dribbling, heading dan shooting. Penguasaan terhadap teknik-teknik dasar tersebut akan mencerminkan tingkat keterampilan pemain sepakbola yang bersangkutan. Lutan (1998:96) menjelaskan, “Seseorang dapat dikatakan terampil atau mahir ditandai oleh kemampuannya untuk menghasilkan sesuatu dalam kualitas yang tinggi (cepat atau cermat) dengan tingkat keajegan yang cukup mantap.”

Untuk menguasai teknik-teknik dasar sepakbola harus melalui tahapan belajar dan latihan, mulai dari belajar dan latihan gerak yang bersifat kasar sampai pada gerak yang bersifat halus. Dalam hal ini tiap pemain sepakbola akan melalui proses pembelajaran yang sistematis, berulang-ulang dan kian hari kian bertambah berat beban latihannya.

Proses pembelajaran pada hakekatnya adalah proses komunikasi. Dalam komunikasi tidak jarang terjadi kesalahan dalam menafsirkan pesan yang disampaikan, terutama bila pesan tersebut berbentuk pesan lisan. Penggunaan berbagai media komunikasi untuk menjembatani kesalahpahaman tersebut menjadi suatu hal yang sangat dibutuhkan. Penggunaan berbagai media dalam proses pembelajaran bahkan akan dapat meningkatkan motivasi siswa untuk belajar. Selain itu, proses belajar dengan menggunakan berbagai media akan dapat memberikan kesan belajar yang lebih mendalam, karena siswa belajar tidak hanya menggunakan indera pendengaran dan penglihatannya saja.

Proses pembelajaran keterampilan sepakbola, yang di dalamnya mencakup pembelajaran teori dan praktek akan lebih menarik bila menggunakan berbagai media, baik itu media Audio Visual maupun media lain yang dapat membantu membelajarkan gerak pemain yang bersangkutan.

Media Audio Visual dalam pembelajaran teori sepakbola dapat memotivasi siswa untuk belajar. Sehingga pada akhirnya penguasaan teknik dan peraturan bermain sepakbola akan meningkat. Diharapkan pula, penguasaan teknik dan teori ini dapat meningkatkan kesadaran akan peraturan yang harus dipatuhi manakala melakukan praktek sebagai pemain di lapangan.

Sekolah-sekolah sepakbola pada umumnya diikuti oleh pemain-pemain pemula yang usianya sekitar usia anak-anak hingga remaja. Oleh karena itu, dalam penggunaan media pembelajaran sepakbola sebaiknya disesuaikan dengan tingkat perkembangan dan pertumbuhan para pemain sepakbola pemula tersebut.

Media yang dapat membantu pembelajaran gerak untuk meningkatkan keterampilan pemain sepakbola relatif beragam. Salah satunya adalah mesin pelontar bola dapat digunakan untuk meningkatkan penguasaan keterampilan dasar yang dibutuhkan seorang pemain bola, khususnya bagi calon penjaga gawang yang dapat berlatih secara berulang-ulang untuk mempertahankan gawangnya dengan tanpa kehadiran seorang pelatih. Penjaga gawang dapat berlatih melakukan gerakan-gerakan sehingga pada akhirnya menemukan gerak yang paling sesuai untuk dirinya dalam mengantisipasi setiap bola yang mengarah ke gawangnya. Alat yang sama juga dapat dipergunakan oleh pemain-pemain lainnya untuk berlatih menguasai bola secara berulang-ulang yang kecepatan dan variasinya dapat diatur sesuai dengan keterampilan dasar yang dibutuhkan oleh seorang pemain bola.

Selain itu, dapat pula digunakan media pembelajaran berupa gawang-gawang kecil yang terbuat dari kayu atau besi untuk melatih ketepatan menendang bola atau corong plastik sebagai pembatas untuk latihan mendribble bola. Media pembelajaran tersebut sangat berguna untuk melatih keterampilan bermain sepakbola, selain praktis media pembelajaran tersebut sangat mudah didapatkan di lingkungan sekitar dan harganya sangat terjangkau.

Sebagaimana penjelasan-penjelasan di atas bahwa sepakbola menuntut keterampilan-keterampilan yang hanya dapat dikuasai dengan berlatih secara sistematis, berulang-ulang dan kian hari kian bertambah berat beban latihannya, maka penggunaan media pembelajaran akan sangat membantu dalam proses pembelajaran keterampilan sepakbola. Oleh karena itu penulis merasa tertarik untuk melakukan penelitian mengenai Hubungan Antara Media Pembelajaran dengan Hasil Belajar Keterampilan Sepakbola di Kelas X SMPN 2 Tukdana.

B. Masalah Penelitian

Berdasarkan uraian latar belakang masalah diatas, penulis merumuskan masalah penelitian sebagai berikut: “Seberapa besar peran media pembelajaran terhadap hasil belajar keterampilan sepakbola di kelas X SMPN 2 Tukdana?”

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan masalah yang diajukan, maka tujuan penelitian ini adalah: “Mengetahui peran media pembelajaran terhadap hasil belajar keterampilan sepakbola di Kelas X SMPN 2 Tukdana.”

D. Manfaat Penelitian

Penulis berharap hasil penelitian dapat digunakan sebagai berikut:

1. Secara teoretis dapat dijadikan informasi dan sumbangan keilmuan yang berarti bagi lembaga pendidikan formal maupun non-formal, khususnya yang berkompeten terhadap pembinaan olahraga sepakbola tentang peran media pembelajaran terhadap hasil pembelajaran keterampilan sepakbola.

2. Secara praktis dapat dijadikan acuan dan bahan pertimbangan bagi penyelenggara sekolah sepakbola dan para siswanya untuk meningkatkan hasil pembelajaran keterampilan sepakbola melalui penggunaan media pembelajaran.

E. Pembatasan Penelitian

Dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah sebagai berikut:

1. Objek penelitian ini terbatas hanya pada siswa kelas X SMPN 2 Tukdana.

2. Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah siswa di kelas X SMPN 2 Tukdana.

3. Instrumen penelitian ini adalah angket untuk mengetahui penggunaan media pembelajaran keterampilan sepakbola dan tes keterampilan sepakbola.

F. Anggapan Dasar

Anggapan dasar merupakan titik tolak bagi penulis dari penelitian yang hendak dilaksanakan. Anggapan dasar diperlukan untuk pegangan pokok secara umum. Arikunto (2002:25) menjelaskan: “Anggapan dasar adalah sesuatu yang diyakini kebenarannya oleh peneliti yang akan berfungsi sebagai hal-hal yang dipakai untuk tempat berpijak bagi peneliti dalam melaksanakan penelitiannya.” Dalam penelitian ini anggapan dasar yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Sepak bola merupakan salah satu cabang olahraga yang mempunyai kompleksitas gerak, karena untuk dapat bermain sepakbola harus menguasi beberapa teknik dasar seperti passing, stopping, dribbling, shooting dan heading.

2. Cara konvensional yang sering digunakan dalam proses pelatihan atau pembelajaran keterampilan sepakbola adalah dengan langsung melakukan teknik dasar sepkbola yang diperoleh melalui peragaan pelatih. Cara ini sampai saat sekarang masih efektif dalam ragka transformasi pengetahuan dan keterampilan.

3. Seiring perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, diciptakan alat bantu dan media pembelajaran dalam rangka pencapaian hasil yang lebih baik. Beberapa hasil penelitian menggambarkan bahwa media pembelajaran mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi olahraga. Dengan berdasar pada kenyataan tersebut, maka diduga media pembelajaran mempunyai hubungan dengan hasil belajar keterampilan sepakbola.

G. Hipotesis

Berdasarkan anggapan dasar tersebut di atas, maka hipotesis yang diajukan adalah sebagai berikut:

1. Media pembelajaran audio visual gerak dan lingkungan diperlukan untuk meningkatkan hasil belajar keterampilan sepak bola di kelas X SMPN 2 Tukdana.

2. Media pengajaran mempunyai hubungan yang signifikan dengan hasil belajar keterampilan sepak bola.

H. Batasan Istilah

Untuk menghindari pengertian yang terlalu luas, maka penulis perlu memberikan batasan terhadap beberapa istilah yang terdapat dalam penelitian ini, istilah-istilah itu adalah:

1. Hubungan. Kata hubungan sama dengan korelasi. Nurhasan (1990:17) menjelaskan, korelasi adalah hubungan antara variable yang satu dengan yang lain, yang besar kecilnya ditentukan oleh koefisien korelasi. Sejalan dengan pendapat tersebut di atas, dalam hal ini penulis mendefinisikan hubungan adalah adanya saling keterkaitan antara faktor yang satu dengan yang lainnya dalam memberikan dukungan terhadap suatu prestasi olahraga.

2. Media adalah perangkat lunak yang bukan saja memuat pesan atau bahan ajar untuk disalurkan melalui allat tertentu tetapi juga dapat merangsang pikiran, perasaan dan kemauan, sehingga mendorong terjadinya proses belajar. (Soepartono, 2000).

3. Belajar menurut Suryabrata (1974) yang dikutip oleh Supandi dan Seba (1993:1) menjelaskan “belajar merupakan upaya yang disengaja untuk memperoleh perubahan tingkah laku, baik yang berupa pengetahuan maupun keterampilan”.

4. Keterampilan. menurut kamus besar Bahasa Indonesia (1988:935) adalah “penguasaan tugas gerak khusus yang diukur berdasarkan skor, ketepatan, kecepatan dan frekwensi melaksanakan dalam batas waktu tertentu”.

5. Hasil Belajar. menurut Scot dan French (1999) merupakan suatu norma yang dapat memberikan gambaran terhadap pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.

6. Sepakbola menurut Sucipto, dkk (1999:7) merupakan permainan beregu, masing-masing regu terdiri dari sebelas orang pemain dan salah satunya adalah penjaga gawang, yang dimainkan dengan menggunakan tungkai, kecuali penjga gawang yang boleh menggunakan lengannya di daerah tendangan hukumannya. Adapun pendapat lain mengenai sepakbola adalah menurut Suharsono (1993:182) bahwa; “Pemain sepakbola merupakan permainan yang dimainkan 2 buah regu, yang masing-masing regu terdiri dari sebelas orang pemain. Masing-masing regu berusaha memasukan bola sebanyak-banyaknya ke gawang lawan dan mempertahankan gawangnya sendiri untuk tidak kemasukan.

I. Tinjauan Teoritis

1. Hakikat Permainan Sepak Bola

Permainan sepak bola di Indonesia pertama kali diperkenalkan oleh orang-orang Belanda. Semula permainan ini dimainkan hanya oleh orang Belanda dan kaum bangsawan saja, akan tetapi lambat laun permainan sepak bola dimainkan juga oleh orang-orang pribumi. Seperti diketahui, bahwa orang Belanda menetapkan banyak aturan-aturan yang membatasi kegiatan bangsa pribumi.

Dalam perkembangannya, sepak bola digunakan sebagai sarana atau media untuk mencapai berbagai macam tujuan, baik rekreatif, edukatif maupun prestatif. Hal ini sebagaimana penjelasan Sajoto (1988:10) mengenai tujuan individu dalam aktivitas olahraga sebagai berikut:

“ Pertama, adalah mereka yang melakukan kegiatan olahraga hanya untuk “rekreasi”, yaitu mereka melakukan kegiatan olahraga hanya untuk mengisi waktu senggang, dilakukan penuh kegembiraan. Jadi segalanya dikerjakan dengan santai dan tidak formal, baik tempat, sarana maupun peraturannya.

Kedua, adalah mereka yang melakukan kegiatan olahraga untuk tujuan pendidikan, seperti misalnya anak-anak sekolah yang diasuh oleh guru olahraga. Kegiatan yang dilakukan adalah formal, tujuannya jelas guna mencapai sasaran pendidikan.

Ketiga, adalah mereka yang melakukan kegiatan olahraga dengan tujuan mencapai tingkat kesegaran jasmani tertentu. Dalam hal ini mulai dari berbagai bidang ilmu pengetahuan yang ada kaitannya dengan manusia seperti pengetahuan kedokteran, sosial, ekonomi, lingkungan hidup dan lain-lain. Segalanya diperhatikan dan diperhitungkan, dikerjakan dengan formal, baik program, sasaran maupun fasilitasnya.

Keempat, adalah mereka yang melakukan olahraga untuk mencapai sasaran suatu prestasi tertentu. Dalam hal ini ilmu-ilmu pengetahuan yang terkait mengenai manusia sebagai objek yang akan diolah prestasinya agar lebih baik, ditinjau secara lebih mendalam dan lebih terinci”.

Penjelasan di atas mengindikasikan bahwa tujuan individu dalam melakukan olahraga sepak bola pada saat sekarang diantaranya untuk mengisi waktu luang, rekreasi atau mencari kesenangan, memperoleh kesegaran jasmani dan mencapai prestasi yang maksimal. Tujuan-tujuan tersebut dapat dilihat pada perwujudan aktivitas olahraga sepak bola yang dilakukan, seperti sering dijumpai pada lingkungan masyarakat yang sedang bermain sepak bola.

Dewasa ini sepak bola di Indonesia merupakan salah satu cabang olahraga yang banyak digemari oleh masyarakat. Hal ini dikarenakan permainan sepak bola dapat dilakukan oleh siapa saja dan dimana saja, mulai dari anak-anak sampai orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan. Permainan sepak bola banyak dimainkan bukan saja di perkotaan, tetapi juga di desa-desa. Hal ini disebabkan diantaranya peralatan yang digunakan sederhana, dapat dilakukan sekaligus oleh banyak orang, dapat dilakukan di berbagai lapangan, serta memberikan rasa senang atau gembira.

Soejoedi (1999:103) menjelaskan tentang pengertian sepak bola sebagai berikut: “Sepak bola adalah permainan yang dimainkan oleh dua regu yang masing-masing regu terdiri dari 11 orang pemain, yang mempunyai tujuan untuk memasukkan bola sebanyak-banyaknya ke gawang lawan dan mempertahankan gawangnya sendiri untuk tidak kemasukan.” Kemudian Sucipto dkk. (2000:7) menjelaskan tentang pengertian sepak bola sebagai berikut: “Sepak bola merupakan permainan beregu, masing-masing regu terdiri dari sebelas pemain, dan salah satunya penjaga gawang. Permainan ini hampir seluruhnya dimainkan dengan menggunakan tungkai, kecuali penjaga gawang yang dibolehkan menggunakan lengannya di daerah tendangan hukumannya.” Hal ini berarti regu atau tim yang lebih banyak membuat gol dinyatakan sebagai pemenang dalam pertandingan.

2. Teknik Dasar Permainan Sepak Bola

Sepak bola merupakan jenis olahraga beregu yang dimainkan oleh 11 orang di lapangan dengan bola sebagai alat permainannya, dimainkan dengan menggunakan tungkai, kaki, badan dan kepala, kecuali penjaga gawang dapat menggunakan tangan. Tujuan permainan ini adalah memasukkan bola sebanyak-banyaknya ke gawang lawan dan mempertahankan gawang sendiri dari serangan lawan.

Dalam permainan sepak bola terdapat beberapa teknik dasar yang harus dikuasai, diantaranya menggiring bola, menendang bola, menghentikan bola, dan mengoper bola. Mengenai teknik dasar permainan sepak bola dijelaskan oleh Suharsono dan Sukintaka (1999:73) sebagai berikut:

Teknik sepak bola dapat dibagi dalam dua bagian:

a. Teknik tanpa bola (teknik badan)

b. Teknik dengan bola

Teknik tanpa bola dapat dibedakan menjadi:

1) Teknik lari

2) Teknik melompat

3) Teknik gerak tipu

Teknik dengan bola dapat dibedakan menjadi:

1) Teknik menendang bola

2) Teknik menerima bola

3) Teknik menyundul bola

4) Teknik menggiring bola

5) Teknik melempar bola

6) Teknik menipu lawan

7) Teknik merampas bola

8) Teknik penjaga gawang

Kosasih (1995:216) membagi teknik dasar bermain sepak bola menjadi enam bagian yaitu: “Teknik menendang bola, menghentikan bola, menggiring bola, gerak tipu, teknik menyundul bola dan teknik melempar bola.” Sedangkan Sukatasmi (1994:124) menjelaskan tentang pembagian teknik dasar sepak bola adalah sebagai berikut: “Menerima bola, menendang bola, menggiring bola, menyundul bola, melempar bola, gerak tipu, merebut bola dan teknik-teknik khusus penjaga gawang.”

Berdasar pada penjelasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa teknik dasar sepak bola terbagi dalam dua teknik yaitu teknik tanpa bola dan teknik dengan bola. Teknik tanpa bola berfungsi untuk pergerakan badan mencari posisi yang menguntungkan dan menghindar dari penjagaan lawan. Sedangkan teknik dengan bola berfungsi untuk menguasai dan menjaga bola dari lawan.

Penguasaan keterampilan teknik dasar bagi seorang pemain sepak bola adalah penting, karena sangat berkaitan dengan tujuan permainan sepak bola yaitu memasukkan bola ke gawang lawan dan mempertahankan gawang sendiri dari serangan lawan. Tanpa penguasaan teknik yang memadai maka tujuan permainan sepak bola cenderung tidak akan tercapai.

Mengenai teknik-teknik dasar sepak bola, penulis deskripsikan dalam bentuk gambar-gambar dengan uraian sebagai berikut:

a. Teknik Menendang Bola

Awalan: berdiri lurus dengan bola, kaki tumpu diletakkan di samping bola dengan jari kaki menghadap ke depan dan lutut sedikit ditekuk. Kaki sepak diputar keluar pada pangkal pahanya sehingga kaki sepak membentuk sudut 90o dengan kaki tumpu. Perkenaan dengan bola: terjadi pada daerah pergelangan kaki (engkel) bagian dalam, sedangkan bola disepak tepat pada titik pusatnya. Follow Through: dengan cara mengikuti lintasan ayunan gerak kaki ke depan.

b. Teknik Menerima Bola

Awalan: Sikap berdiri rilek, kaki yang digunakan untuk mengontrol bola diangkat kemudian ditarik ke belakang. Perkenaan dengan bola: terjadi pada kaki bagian dalam, pergelangan kaki dan tanah. Sudut antara kaki dengan tanah dibentuk dengan jalan memutar badan sedikit ke samping ke arah datangnya bola. Follow through: melemasakan kaki saat kaki mengayun ke belakang untuk mengontrol bola.

c. Teknik Menyundul Bola

Awalan: sikap kaki sejajar ataupun muka belakang, kedua lutut ditekuk. Selama bola melambung mendekati, pemain mencondongkan badan ke belakang. Berat badan diletakkan pada kaki belakang. Perkenaan dengan bola: melakukan lecutan ke depan dari bagian atas badan dan dengan meluruskan kaki yang di depan, sampai pemain berdiri pada ujung sepatunya. Kedua lengan diayunkan secara berlawanan dengan gerakan badan untuk menambah kekuatan. Follow through: mengikuti gerak badan ke depan dengan melangkahkan salah satu kaki.

d. Teknik Menggiring Bola

Awalan: Menggiring bola dengan kura-kura (punggung) kaki dilakukan apabila pemain bergerak ke depan. Perkenaan dengan bola: kaki yang digunakan untuk menggiring bola ditarik ke bawah pada pergelangan kakinya. Usahakan agar bola tetap dekat dengan kaki dan disentuh dengan punggung kaki. Follow through: melangkahkan kaki ke depan mengikuti gerak bola.

e. Teknik Melempar Bola

Awalan: posisi kaki sejajar atau muka belakang, dengan kedua lutut ditekuk. Bola dipegang dengan jari-jari direnggangkan dan tapak tangan menutup separo bola yang dekat dengan badan. Selama persiapan gerakan dilakukan dengan membawa bola ke belakang melalui atas kepala. Pelaksanaan: waktu akan melemparkan bola, tangan dan badan ditarik ke belakang jauh-jauh dan kedua lutut ditekuk dalam-dalam. Lemparan ke dalam dilakukan dengan gerakan badan ke depan, selanjutnya kekuatan dipindahkan pada kedua lengan. Follow through: kedua lutut diluruskan sampai pemain berdiri pada kedua ujung kaki, kedua lengan menjaga keseimbangan.

f. Teknik Menipu Lawan

Awalan: bola seolah-olah disodorkan kepada lawan. Pelaksanaan: segera lawan mencoba untuk mendapatkan bola tersebut, tetapi bola ditarik dengan sole sepatu. Selanjutnya dengan kaki yang sama bola digerakkan ke depan di samping lawan maka pemain akan berhasil melewati lawan. Follow through: melangkahkan kaki ke depan mengikuti gerak bola.

g. Teknik Merampas Bola dari Lawan

Awalan: memutar kaki keluar pada pergelangan kakinya. Pelaksanaan: kaki bagian dalam kontak dengan bola tepat pada titik pusatnya. Berat badan diletakkan pada kaki tumpu. Teknik ini juga dapat dilakukan dengan jalan menjatuhkan diri. Follow through: melangkahkan kaki ke depan mengikuti gerak bola.

3. Hakikat Belajar dan Mengajar

Belajar mengajar adalah dua konsep yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan diri seseorang sebagai hasil dari proses belajar dan bukan suatu kebetulan. Perubahan tersebut bisa dalam bentuk pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, daya kreasi, daya penerimaan dan aspek lain yang ada pada diri individu.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat diidentifikasi ciri-ciri kegiatan yang disebut belajar. Suparyanti (1992:3) menjelaskan sebagai berikut:

a. Belajar adalah aktivitas yang menghasilkan perubahan pada diri individu yang belajar, baik aktual maupun potensial.

b. Perubahan itu pada dasarnya berupa kemampuan baru, yang berlaku dalam waktu yang relatif lama.

c. Perubahan itu terjadi karena usaha.

Saripudin (1992:77) mengemukakan, “Definisi belajar memusatkan perhatian pada tiga hal yaitu: 1) belajar harus bersifat mengubah individu, 2) perubahan itu merupakan hasil dari pengalaman, dan 3) perubahan itu terjadi dalam perilaku individu yang memang mungkin.” Supandi (1991:7) menjelaskan tentang hal-hal yang terkandung dalam belajar sebagai berikut: “Selalu mengandung perubahan yang berurusan dengan pribadi, Perubahan itu terjadi pada perilaku seseorang dan bertahan lama, serta upaya atau pengalaman yang disusun secara sengaja dalam situasi dan tujuan tertentu.” Slameto (1995:2) menjelaskan, “Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.” Selanjutnya Gagne yang dikutip Dahar (1996:11) menyatakan, “Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisma berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.” Kemudian Usman (1990:2) menyatakan, “Belajar diartikan sebagai perubahan tingkah laku pada diri individu berkat adanya interaksi antara individu dengan individu dan individu dengan lingkungannya.”

Berkaitan dengan belajar, Slameto (1995:3) menjelaskan tentang ciri-ciri perubahan tingkah laku dalam pengertian belajar yaitu “Perubahan terjadi secara sadar, bersifat kontinyu, positif dan aktif, bersifat tetap serta mencakup seluruh aspek tingkah laku.” Sedangkan Sukmadinata (1999:144) mengemukakan sebagai berikut:

Belajar sesuatu bidang pelajaran, minimal meliputi tiga proses. Pertama, proses mendapatkan atau memperoleh informasi baru untuk melengkapi atau menggantikan informasi yang telah dimiliki atau menyempurnakan pengetahuan yang telah ada. Kedua, transformasi yaitu proses memanipulasi pengetahuan agar sesuai dengan tugas yang baru. Ketiga, proses evaluasi untuk mengecek apakah manipulasi sudah memadai untuk dapat menjalankan tugas mencapai sasaran.

Sama halnya dengan belajar, maka mengajar pun merupakan suatu proses, yaitu proses mengatur, mengoorganisir lingkungan yang ada di sekitar siswa sehingga dapat menumbuhkan dan mendorong siswa untuk melakukan proses belajar. Pada tahap berikutnya, mengajar adalah suatu proses memberikan bimbingan kepada siswa dalam mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam proses belajar sehingga siswa mengalami perubahan ke arah yang dikehendaki.

Sebagai suatu sistem, proses belajar mengajar memiliki sejumlah komponen yang saling bergantung (interdependen) satu sama lain untuk mencapai tujuan, oleh karena itu proses belajar mengajar senantiasa merupakan totalitas dari semua komponen yang saling mendukung. Komponen-komponen tersebut yaitu: tujuan, bahan, metode, alat serta penilaian. Keempat komponen tersebut tidak berdiri sendiri, tapi merupakan satu kesatuan yang saling mempengaruhi (interelasi). Secara skematis keempat komponen tersebut dapat dilihat pada gambar 1.2 dibawah ini:

Gambar 1.2

Interelasi Komponen Pengajaran.

Stiles dalam Mudyahardjo (1998:63) mengemukakan, “Definisi lama tentang pengajaran (instruction) dalam kaitannya dengan pendidikan ditekankan pada proses penyampaian pengetahuan atau keterampilan kepada siswa.” Kamus umum bahasa Indonesia memberikan batasan pengajaran sebagai “Proses penyampaian pengetahuan atau keterampilan kepada siswa, terutama dengan mempergunakan metode yang sistematis.”

Henderson dalam Mudyahardjo (1998:63) menjelaskan, “Pengajaran merupakan bentuk pendidikan khusus yang bertujuan membantu siswa mendapatkan pengetahuan dan pengembangan intelegensi.” Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pengajaran adalah salah satu bentuk pendidikan yang diberikan oleh pendidik terhadap peserta didik berupa pengetahuan dan keterampilan.

Mengajar sering diartikan sebagai usaha atau kegiatan yang dilakukan oleh guru dalam rangka meningkatkan atau mengembangkan pengetahuan, pengertian, pemahaman, sikap dan keterampilan murid melalui proses pengajaran (mendidik, membina dan mengarahkan / dengan menggunakan berbagai metode pengajaran) untuk mencapai tujuan-tujuan pengajaran.

Berkaitan dengan pengajaran, maka dalam bahasan berikut akan dijelaskan mengenai pengertian dan karakteristik mengajar oleh beberapa ahli pendidikan. Chauhan dalam Mudyahardjo (1998:63) menyatakan:

Karakteristik mengajar (teaching) meliputi sebagai berikut:

a. Mengajar adalah komunikasi antara dua orang atau lebih yang saling memberi pengaruh melalui gagasan-gagasan mereka dan belajar sesuatu dalam interaksi tersebut.

b. Mengajar adalah mengisi pikiran siswa dengan informasi dan pengetahuan tentang fakta untuk dapat mereka gunakan di masa yang akan datang.

c. Mengajar adalah suatu proses dimana pelajar, guru, kurikulum dan variable-variabel lainnya diorganisasi dalam suatu cara yang sistematis untuk mencapai sesuatu tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu.

d. Mengajar adalah menimbulkan motivasi untuk belajar.

Gazali dan Queljy dalam Roestiyah (1992:21) menjelaskan, “Mengajar adalah menanamkan pengetahuan pada seseorang dengan cara paling singkat dan tepat.” Howard dalam Roestiyah (1992:23) menyatakan, “Mengajar adalah suatu aktivitas untuk mencoba menolong, membimbing seseorang untuk mendapatkan, merubah atau mengembangkan skill, attitudes, ideals, appreciations dan knowledge.” Kemudian Mc Intyre dalam Roestiyah (1992:23) menjelaskan, “Mengajar adalah aktivitas yang unik.” Berdasar pada beberapa penjelasan mengenai batasan mengajar maka dapat disimpulkan bahwa mengajar merupakan suatu aktivitas penyampaian pengetahuan dan informasi dari pendidik terhadap terdidik melalui interaksi dan komunikasi untuk mencapai tujuan.

Seseorang dikatakan telah belajar sesuatu jika padanya terjadi perubahan tertentu, misalnya dari tidak dapat menghitung menjadi dapat menghitung, dari tidak tahu tata krama menjadi tahu tata krama dan sopan santun. Namun tidak semua perubahan yang terjadi tersebut disebabkan karena seseorang telah belajar, misalnya bayi yang sebelumnya tidak dapat memegang benda lalu dapat memegang benda dan anak yang sebelumnya tidak dapat duduk lalu dapat duduk. Perubahan-perubahan tersebut terjadi karena kematangan (maturition).

Berdasarkan penjelasan dan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa belajar merupakan suatu proses yang dilakukan secara sadar dalam rangka mencapai tujuan berupa perubahan tingkah laku yang menetap melalui latihan dan pengalaman.

4. Konsep dan Klasifikasi Gerak

a. Konsep Gerak

Gerak suatu benda dapat diamati melalui perubahan posisi dan perpindahan kedudukannya. Perubahan posisi yang dimaksud contohnya menekuk siku dan berjongkok, sedangkan perpindahan kedudukan atau tempat contohnya berjalan dan berlari. Mengenai gerak, Mahendra dan Ma’mun (1996:59) menjelaskan:

Dalam kamus bahasa Inggris kata gerak diterjemahkan sebagai sinonim dari kata “motor” dan “movement”. Sesungguhnya pengertian kedua kata ini berbeda. “Movement” adalah gerak yang bersifat eksternal atau dari luar dan mudah diamati, sedangkan “motor” adalah gerak yang bersifat internal atau dari dalam, konstan, dan sukar diamati.

Hidayat (1990:30) menjelaskan, “Bergerak adalah lawan dari diam; diam berarti tidak bergerak terhadap sekitarnya, sedangkan bergerak adalah bila kedudukannya di dalam ruang dan waktu berubah.” Lebih lanjut Hidayat (1990:49) mengemukakan, “Gerakan manusia dapat kita amati karena adanya perubahan posisi dari tubuh atau anggota tubuh dalam ruang dan waktu. Semua bentuk gerakan terjadi oleh karena dipengaruhi oleh sejumlah gaya. Gaya di sini tidak lain adalah kontraksi otot.”

Pate, Rotella dan McClenaghan yang dialih bahasakan oleh Dwijowinoto (1993:143) menjelaskan tentang definisi gerak yaitu, “Kegiatan yang mengubah kedudukan pada suatu tempat karena alas an tertentu.” Smith (1968) yang dikutip oleh Dwijowinoto (1993:143) mengemukakan, “Kemampuan gerak seseorang yang khas adalah hasil dari interaksi yang kompleks dari pengaruh keturunan dan lingkungan.”

Ada tiga unsur yang menyebabkan terjadinya gerakan, yaitu: tulang sebagai alat penggerak, otot sebagai sumber penggerak dan persendian yang memungkinkan terjadinya gerakan.

Otot merupakan sumber gerak yang dapat disamakan dengan motor listrik, karena mengubah tenaga kimia menjadi tenaga mekanis sehingga menyebabkan terjadinya gerakan tubuh. Oleh karena itu otot sering dimisalkan sebagai motor dari tubuh manusia.

Tulang-tulang dari kerangka dan persendian merupakan satu kesatuan alat gerak yang memiliki kemungkinan gerak (range of motion) tertentu. Artinya tulang-tulang sebagai alat gerak dapat melakukan suatu gerakan sesuai dengan persendiannya dan kontraksi ototnya.

Berkaitan dengan pengertian gerak tersebut di atas, perlu dijelaskan pula mengenai gerak yang efisien. Dwijowinoto (1993:142) menjelaskan, “Gerakan yang efisien adalah gerakan yang menopang keberhasilan penampilan olahraga.” Hidayat (1990:32) mengemukakan, “Berlari atau berenang dengan kecepatan yang tetap (artinya tidak mengubah-ubah kecepatan) lebih efisien daripada berlari atau berenang dengan selalu mengubah-ubah kecepatan.” Lebih lanjut Hidayat (1990:33) menyatakan, “Dari sudut efisiensi gerak, aktivitas olahraga yang dilakukan dengan kecepatan sedang/optimum (relatif), akan dapat dikontrol dan dikuasai serta mencapai hasil yang lebih baik.”

b. Klasifikasi Gerak

Dilihat dari segi ruang dan jarak, gerakan dapat dibagi menjadi gerakan lokomotor dan nonlokomotor. Mahendra dan Ma’mun (1996:59) bahwa, “Gerakan lokomotor adalah gerakan yang menyebabkan terjadinya perpindahan tempat seperti berjalan, berlari, melompat, melangkah, skipping, dan sliding. Gerakan nonlokomotor adalah gerakan yang tidak menyebabkan perpindahan tempat, seperti bertepuk tangan, melenting, berputar, dan meliukkan badan.”

Supandi dan Seba (1993:44) mengkategorikan gerakan menjadi beberapa macam, yaitu sebagai berikut:

Gerakan dapat ditinjau dari dua segi, yaitu dari segi ruang atau jarak (space) dan dari sistem otot. Dilihat dari segi ruang dan jarak (space) gerakan dibagi atas: 1) gerakan lokomotor dan 2) gerakan nonlokomotor. Ditinjau dari sistem otot gerakan dapat dibagi tiga, yaitu: 1) fleksi, 2) ekstensi, dan 3) rotasi. Fleksi adalah gerakan kontraksi otot yang menyebabkan gerakan membengkok. Ekstensi adalah gerakan meluruskan atau membentangkan yang berlawanan dengan fleksi. Rotasi adalah gerakan berputar pada satu sumbu.

Selanjutnya Gallahue (1992:379) menyatakan, “ … Classify movement into the categories of locomotion, manipulation, and stability.” Sedangkan Kephart (1990) yang dikutip Mahendra dan Ma’mun (1996:59) membagi gerakan manusia dalam tiga tipe, yaitu: “1) Gerakan translasional yaitu gerakan yang berpindah-pindah tempat, 2) Gerakan rotasional yaitu gerakan berputar pada sumbu, 3) Gerakan oskilasional yaitu gerakan berayun.”

Hidayat (1990:49) mengklasifikasikan bentuk-bentuk gerakan manusia, yaitu “Berdasarkan perubahan tempat, perubahan volume dan perubahan sikap/posisi. Perubahan-perubahan tersebut disebabkan adanya kontraksi otot.”

Harrow (1991) mengelompokkan gerakan manusia menjadi:

1. Gerakan refleks

2. Gerakan dasar (Basic fundamental movement)

3. Kemampuan mengamati (Perceptual abilities)

4. Kemampuan fisik (Physical abilities)

5. Gerakan keterampilan (Skill movement)

6. Kemampuan komunikatif

Gerakan refleks adalah gerakan atau tindakan manusia yang timbul sebagai reaksi terhadap suatu stimulus tanpa keterlibatan kesadaran. Gerakan refleks dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu: Refleks bersyarat (conditional reflex) dan refleks tak bersyarat (unconditional reflex). Giriwijoyo (1992:78) menjelaskan, “Refleks adalah gerakan involunter yang sangat cepat dan sangat efisien yang hanya akan melibatkan komponen saraf dan otot yang benar-benar diperlukan untuk gerakan itu.”

Refleks bersyarat adalah gerakan-gerakan refleks yang terjadi karena suatu latihan, sedangkan refleks tak bersyarat adalah gerakan refleks yang terjadi secara otomatis tanpa melalui proses latihan.

Gerakan dasar fundamental merupakan pola gerakan yang menjadi dasar untuk ketangkasan gerak yang lebih kompleks. Gerakan-gerakan ini terjadi atas dasar gerakan refleks yang berhubungan dengan badannya, merupakan bawaan sejak lahir dan terjadi tanpa melalui latihan. Gerakan-gerakan dasar fundamental dibagi atas: gerakan lokomotor, nonlokomotor dan gerakan manipulatif.

c. Fase-fase Gerak

Pendapat Meinel yang dikutip oleh Kiram (1991:133) membagi fase-fase belajar motorik dalam 3 fase, yaitu:

Fase belajar motorik:

b. Fase belajar motorik tingkat pertama yaitu perkembangan penguasaan koordinasi secara kasar.

c. Fase belajar motorik tingkat kedua yaitu perkembangan penguasaan koordinasi halus.

d. Fase belajar motorik tingkat ketiga yaitu penstabilan kemampuan koordinasi halus, kemampuan automatisasi, dan transfer kemampuan berbagai situasi dan kondisi.

Masing-masing fase perkembangan seperti yang dikemukakan diatas ditinjau berdasarkan tingkat keterampilan seseorang dalam memecahkan atau melaksanakan tugas-tugas gerakan olahraga.

Pada fase pertama, jika dilihat dari sudut kemampuan koordinasi, maka fase belajar motorik tingkat pertama memiliki ciri-ciri seperti yang dikemukakan oleh Kiram (1991:145) sebagai berikut:

1. Pada fase belajar tingkat pertama, individu yang belajar baru mampu memperlihatkan sruktur dasar garakan.

2. Penguasaan irama gerakan bagi individu yang masih ada pada fase belajar tingkat pertama ini masih sangat belum sempurna.

3. Penguasaan kemampuan hubungan gerakan yang dimiliki oleh undividu yang dimiliki oleh individu yang berada pada fase belajar tingkat pertama juga masih sangat tidak sempurna.

4. Secara sederhana luas gerakan dapat diartikan sebagai besarnya ruangan yang terpakai oleh bagian tubuh atau tubuh secara keseluruhan dalam pelaksanaan suatu gerakan.

5. Kelancaran gerakan adalah aliran gerakan, secara sederhana dapat diartikan sebagai kontinyuitas jalannya suatu gerakan.

6. Kecepatan gerakan.

5. Media Pengajaran

a. Pengertian

Salah satu komponen pengajaran yang keberadaannya masih kurang mendapatkan perhatian yang cukup besar adalah komponen media pengajaran (media instruksional). Dalam proses pengajaran, komponen ini kadang-kadang tidak mendapatkan perhatian guru. Hal ini mungkin disebabkan karena pemahaman para guru tentang hal ini kurang, padahal jika hal ini digunakan secara proporsional akan mempengaruhi kualitas pengajaran. Mengenai media pengajaran, dikemukakan oleh Sudirman (1992:105) bahwa “Media yang digunakan dengan baik dalam belajar mengajar dapat mempengaruhi keefektifan program instruksional”.

Media pengajaran merupakan bagian integral dari proses belajar mengajar baik teori maupun praktek atau dalam pengajaran olahraga. Meskipun sifatnya melengkapi dan membantu dalam rangka mencapai tujuan pengajaran yang telah ditetapkan hendaknya media pengajaran yang akan digunakan dipilih secara tepat sesuai dengan kebutuhan pengajaran.

Sementara itu, sampai sekarang belum ada keseragaman dalam memberikan batasan tentang media pengajaran. Para ahli memberikan batasan tentang media pengajaran yang berbeda, sebagai bahan pertimbangan penulis kemukakan beberapa batasan pengertian media pengajaran sebagai berikut: Hamidojo yang dikutip Rumampuk (1986:6) menjelaskan bahwa: “Media pengajaran adalah media yang penggunaannya diintegrasikan dengan tujuan dan isi pengajaran … dimaksudkan untuk mempertinggi mutu kegiatan belajar mengajar.”

Sementara itu Gerlach dan Elly yang dikutip Rumampuk (1986:6) menjelaskan bahwa: “Media pengajaran (media instruksional) meliputi orang, material atau kegiatan yang dapat menciptakan kondisi belajar yang memungkinkan pelajar memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang baru.”

Dari kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa media pengajaran adalah segala sesuatu yang dapat membantu meningkatkan efektivitas dan efesiensi proses belajar mengajar dalam rangka mencapai tujuan yang ditetapkan.

b. Jenis-jenis Media Pengajaran

Berkat perkembangan teknologi pendidikan dan komunikasi yang pesat, maka media pengajaranpun mengalami perkembangan yang pesat baik dalam segi kualitas maupun dalam segi kuantitasnya. Jenis-jenis media pengajaran tersebut oleh Supandi, (1991:92) dijelaskan secara garis besarnya adalah: “Papan tulis, papan pameran, media cetak, media grafis, media kaset, media radio, media film, media slide, media televisi, media vedio, media mekanik yang khusus sebagai alat bantu keterampilan gerak.”

Sementara itu Rudi Bretz yang dikemukakan Rahardjo (1994:53) membagi jenis-jenis media pengajaran menjadi tujuh kelompok sebagai berikut:

· Media audio visual gerak merupakan media yang paling lengkap yaitu menggunakan kemampuan audio visual dan gerak.

· Media audio visual diam media kedua dari segi kelengkapan kemampuannya karena ia memiliki semua kemampuan yang ada pada golongan sebelumnya kecuali penampilan gerak.

· Media audio semi gerak memiliki kemampuan menampilkan suara disertai gerakan secara linier, jadi tidak dapat menampilkan gerakan nyata secara utuh.

· Media visual gerak memiliki kemampuan seperti golongan pertama kecuali penampilan suara.

· Media visual diam mempunyai kemampuan menyampaikan informasi secara visual tetapi tidak dapat menampilkan suara maupun gerak.

· Media audio adalah media yang hanya memanifulasikan kemampuan-kemampuan suara semata-mata.

· Sedangkan media cetak merupakan media yang hanya mampu menampilkan informasi berupa huruf dan angka (alphaneumeric) simbol-simbol verbal tertentu.

Sementara itu Hamalik (1993:237) mengklasifikasikan media pengajaran kedalam empat kelompok, yaitu:

Ada beberapa jenis media pendidikan yang biasa digunakan dalam proses pengajaran:

· Media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun dan lain-lain. Media grafis sering juga disebut media dua dimensi, yakni media yang mempunyai ukura panjang dan lebar.

· Media tiga dimensi yaitu dalam bentuk seperti model padat (solid model), model penampang, model susun, model kerja, mock up, diora dan lain-lain.

· Media proyeksi seperti slide, film strip, film, penggunaan OHP dan lain-lain.

· Penggunaan lingkungan sebagai media pendidikan.

Sampai dimana media ini dapat mengganti guru pendidikan jasmani masih belum dapat diramalkan. Mungkin masih jauh, sebab pendidikan jasmani sangat menekan fungsi bantuan penjagaan dan pencegahan agar dapat berhasil tanpa cedera atau cacat. Mungkinkah penjagaan atau pencegahan ini dapat diwakilkan kepada media. Namun demikian tidak ada salahnya bila pendidikan jasmani turut mengembangkan media pengajaran yang cocok untuk proses belajar mengajarnya. Atas dasar kepentingan pendidikan dan dengan mempertimbangkan hal-hal yang berkaitan dengan pemilihan media, fungsi media dan jenis media, maka penulis dalam penelitian ini tertarik untuk mengadakan penelitian tentang hubungan media pengajaran dengan hasil belajar keterampilan sepak bola.

c. Manfaat Media Pengajaran

Media pengajaran dapat mempertinggi kualitas proses belajar mengajar yang pada gilirannya diharapkan dapat mempertinggi hasil belajar yang dicapai. Ada beberapa alasan mengapa media pengajaran dapat mempertinggi proses belajar mengajar siswa. Alasan pertama berkenaan dengan manfaat media pengajaran dalam proses belajar siswa, sebagaimana dikemukakan oleh Rowntrie yang dikutip Rumampuk (1988:12) sebagai berikut:

Manfaat media pengajaran adalah:

1. Membangkitkan motivasi belajar

2. Mengulang apa yang telah dipelajari

3. Menyediakan stimulus belajar

4. Mengaktifkan respon siswa

5. Memberikan balikan dengan cepat

6. Menggalakan latihan yang serasi

d. Prinsip-Prinsip Memilih Media Pengajaran

Penggunaan media pengajaran sangat bergantung kepada tujuan pengajaran, bahan pengajaran, kemudahan memperoleh media yang diperlukan serta kemampuan guru menggunakannya dalam proses belajar mengajar.

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan guru dalam menggunakan media pengajaran untuk mempertinggi kualitas pengajaran. Pertama, guru perlu memahami media pengajaran antara lain jenis dan manfaat media pengajaran, kriteria memilih media pengajaran, serta cara penggunaannya yang efektif dalam proses belajar mengajar. Kedua, guru harus terampil membuat media sederhana untuk keperluan pengajaran. Ketiga, mengetahui dan terampil dalam menilai keefektifan penggunaan media pengajaran dalam proses belajar mengajar. Hal ini penting bagi guru agar ia dapat menentukan apakah media yang digunakannya itu mutlak perlu atau tidak.

Dalam memilih media pengajaran perlu memperhatikan prinsip-prinsip antara lain seperti yang dikemukakan oleh Rumampuk (1988:19) sebagai berikut:

Prinsip-prinsip memilih media pengajaran yaitu:

1. Harus diketahui dengan jelas media itu dipilih untuk tujuan apa.

2. Pemilihan media harus dipilih secara objektif…benar-benar didasarkan atas pertimbangan untuk meningkatkan efektivitas belajar siswa.

3. Pemilihan media hendaknya disesuaikan dengan metode pengajaran yang digunaka, materi pelajaran, mengingat media adalah bagian integral dari proses belajar.

4. Memilih media supaya disesuaikan dengan kondisi fisik lingkungan.

5. Pemilihan media juga harus didasarkan kepada kemampuan siswa.

J. Prosedur Penelitian

1. Metode Penelitian

Dalam setiap penelitian diperlukan suatu metode. Penggunaan metode dalam penelitian disesuaikan dengan masalah dan tujuan penelitiannya. Hal ini berarti metode penelitian mempunyai kedudukan yang penting dalam pelaksanaan pengumpulan dan analisis data.

Salah satu metode yang dapat digunakan dalam penelitian adalah metode deskriptif. Tentang metode deskriptif dijelaskan oleh Sudjana dan Ibrahim (2001:64) sebagai berikut:

“Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa kejadian yang terjadi pada saat sekarang. Dengan perkataan lain, penelitian deskriptif mengambil masalah atau memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian dilaksanakan.”

Hal serupa dikemukakan oleh Arikunto (2002:309) bahwa, “Metode deskriptif merupakan metode penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi mengenai suatu gejala yang ada, yaitu keadaan gejala menurut apa adanya pada saat penelitian dilakukan.”

Berdasar pada beberapa pendapat tersebut memberikan makna bahwa penelitian deskriptif adalah penelitian dengan tujuan untuk menggambarkan suatu peristiwa pada saat sekarang yang nampak dalam suatu situasi. Data yang diperoleh itu dikumpulkan, disusun, dijelaskan, dan dianalisis untuk menetapkan kesimpulan. Hal ini untuk memperoleh gambaran yang jelas sehingga tujuan penelitian tercapai seperti yang diharapkan. Oleh karena itu metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, karena penelitian ini ingin mengungkap masalah yang terjadi pada masa sekarang, yaitu mendeskripsikan hubungan antara media pembelajaran dengan hasil belajar keterampilan sepakbola.

2. Populasi dan Sampel

a Populasi

Dalam menyusun sampai dengan menganalisis data sehingga mendapatkan gambaran sesuai dengan yang diharapkan diperlukan sumber data. Pada umumnya sumber data dalam penelitian disebut populasi dan sampel penelitian. Sudjana dan Ibrahim (2001:84) menjelaskan, “Populasi maknanya berkaitan dengan elemen, yakni unit tempat diperolehnya informasi. Elemen tersebut dapat berupa individu, keluarga, rumah tangga, kelompok sosial, sekolah, kelas, organisasi dan lain-lainnya.” Arikunto (2002:102) menjelaskan, “Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian.” Berdasarkan penjelasan tersebut maka dapat digambarkan bahwa populasi merupakan keseluruhan subyek penelitian tempat diperolehnya informasi yang dapat berupa individu maupun kelompok. Populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas X SMPN 2 Tukdana.

b Sampel

Mengenai sampel penelitian Arikunto (2002:104) menjelaskan, “Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti.” Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari sebagian anggota populasi, sehingga penelitian ini merupakan penelitian sampel. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara purposive (sample bertujuan) sebanyak 30 orang.

3. Instrumen Penelitian

Untuk mengumpulkan data dari sampel penelitian diperlukan alat yang disebut instrumen. Instrumen penelitian adalah alat-alat yang digunakan dalam penelitian terutama berkaitan dengan proses pengumpulan data. Arikunto (2002:121) menjelaskan, “Instrumen adalah alat pada waktu peneliti menggunakan sesuatu metode.” Selanjutnya Nurhasan (2000:1) menjelaskan mengenai tes dan pengukuran yaitu: “Suatu alat yang digunakan dalam memperoleh data dari suatu obyek yang akan diukur, sedangkan pengukuran merupakan suatu proses untuk memperoleh data.” Berkaitan dengan penelitian ini, maka instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket untuk mengetahui media pembelajaran yang digunakan dalam proses pembinaan siswa dalam keterampilan sepakbola dan tes keterampilan sepak bola untuk mengukur hasil belajar keterampilan sepakbola.

Sehubungan dengan angket atau kuesioner dijelaskan oleh Arikunto (2002:124) sebagai berikut: “Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-hal yang ia ketahui.”

Angket dalam penelitian ini terdiri dari komponen atau variabel yang dijabarkan melalui sub komponen, indikator-indikator dan pertanyaan. Butir-butir pertanyaan atau pernyataan itu merupakan gambaran tentang media pembelajaran yang digunakan dalam proses pelatihan keterampilan sepakbola. Bentuk angket yang digunakan dalam penelitian ini adalah angket tertutup.

Untuk memudahkan dalam penyusunan butir-butir pertanyaan atau pernyataan angket serta alternatif jawaban yang tersedia, maka responden hanya diperkenankan untuk menjawab salah satu alternatif jawaban. Jawaban yang dikemukakan oleh responden didasarkan pada pendapatnya sendiri atau suatu hal yang dialaminya.

Langkah-langkah penyusunan angket adalah sebagai berikut:

a. Melakukan spesifikasi data. Maksudnya untuk menjabarkan ruang lingkup masalah yang akan diukur secara terperinci. Untuk lebih jelas dan memudahkan penyusunan spesifikasi data tersebut, maka penulis tuangkan dalam bentuk kisi-kisi yang mengacu pada pendapat para ahli mengenai media pembelajaran sebagai berikut:

1) Jenis-jenis media pengajaran oleh Supandi, (1991:92) dijelaskan secara garis besarnya adalah: “Papan tulis, papan pameran, media cetak, media grafis, media kaset, media radio, media film, media slide, media televisi, media video, media mekanik yang khusus sebagai alat bantu keterampilan gerak.”

2) Sementara itu Rudi Bretz yang dikemukakan Rahardjo (1984:53) membagi jenis-jenis media pengajaran menjadi tujuh kelompok sebagai berikut:

· Media audio visual gerak merupakan media yang paling lengkap yaitu menggunakan kemampuan audio visual dan gerak.

· Media audio visual diam media kedua dari segi kelengkapan kemampuannya karena ia memiliki semua kemampuan yang ada pada golongan sebelumnya kecuali penampilan gerak.

· Media audio semi gerak memiliki kemampuan menampilkan suara disertai gerakan secara linier, jadi tidak dapat menampilkan gerakan nyata secara utuh.

· Media visual gerak memiliki kemampuan seperti golongan pertama kecuali penampilan suara.

· Media visual diam mempunyai kemampuan menyampaikan informasi secara visual tetapi tidak dapat menampilkan suara maupun gerak.

· Media audio adalah media yang hanya memanifulasikan kemampuan-kemampuan suara semata-mata.

· Sedangkan media cetak merupakan media yang hanya mampu menampilkan informasi berupa huruf dan angka (alphaneumeric) simbol-simbol verbal tertentu.

3) Hamalik (1993:237) mengklasifikasikan media pengajaran kedalam empat kelompok, yaitu:

Ada beberapa jenis media pendidikan yang biasa digunakan dalam proses pengajaran:

· Media grafis seperti gambar, foto, grafik, bagan atau diagram, poster, kartun dan lain-lain. Media grafis sering juga disebut media dua dimensi, yakni media yang mempunyai ukura panjang dan lebar.

· Media tiga dimensi yaitu dalam bentuk seperti model padat (solid model), model penampang, model susun, model kerja, mock up, diora dan lain-lain.

· Media proyeksi seperti slide, film strip, film, penggunaan OHP dan lain-lain.

· Penggunaan lingkungan sebagai media pendidikan.

Berdasarkan penjelasan di atas maka kisi-kisi angket disusun seperti tampak pada tabel 1.3 sebagai berikut:

TABEL 1.3

KISI-KISI ANGKET TENTANG MEDIA PEMBELAJARAN

Variabel

Sub Variabel

Indikator

No. Soal (+)

No. Soal (-)

Media Pembelajaran

1. Media Grafis

2. Media Audio

3. Media Visual

4. Media Proyeksi

5. Lingkungan

1. Gambar

2. Foto

3. Bagan

4. Poster

1. Peluit

2. Instruksi

1. Bendera

2. Cone

3. Tongkat

4. Papan/Dinding

1. Film

2. OHP

1. Model

2. Teman

3. Pelatih

1, 2

5, 6

9, 10

13, 14

17, 18

21, 22

25, 26

29, 30

33, 34

37, 38

41, 42

45, 46

49, 50

53, 54

57, 58

3, 4

7, 8

11, 12

15, 16

19, 20

23, 24

27, 28

31, 32

35, 36

39, 40

43, 44

47, 48

51, 52

55, 56

59, 60

2. Penyusunan Angket

Indikator-indikator yang telah dirumuskan ke dalam bentuk kisi-kisi tersebut di atas selanjutnya dijadikan bahan penyusunan butir-butir pertanyaan atau soal dalam angket. Butir-butir pertanyaan atau soal tersebut dibuat dalam bentuk pernyataan-pernyataan dengan kemungkinan jawaban yang tersedia. Mengenai alternatif jawaban dalam angket, penulis menggunakan skala sikap yakni skala Likert. Mengenai skala Likert dijelaskan oleh Sudjana dan Ibrahim (2001:107) sebagai berikut:

“Skala Likert dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden, apakah pernyataan itu didukung atau ditolak, melalui rentangan nilai tertentu. Oleh sebab itu pernyataan yang diajukan ada dua kategori, yakni pernyataan positif dan pernyataan negatif. Salah satu skala sikap yang sering digunakan dalam penelitian pendidikan adalah skala Likert.

Dalam skala Likert, pernyataan-pernyataan yang diajukan baik pernyataan positif maupun negatif dinilai subyek sangat setuju, setuju, tidak punya pilihan, tidak setuju dan sangat tidak setuju”.

Mengenai alternatif jawaban dalam angket, penulis menetapkan kategori penyekoran sebagai berikut:

TABEL 2.3

KATEGORI PEMBERIAN SKOR ALTERNATIF JAWABAN

Alternatif Jawaban

Skor Alternatif Jawaban

Positif

Negatif

Selalu

Sering

Kadang-kadang

Jarang

Tidak Pernah

5

4

3

2

1

1

2

3

4

5

Perlu penulis jelaskan bahwa dalam menyusun pernyataan-pernyataan agar responden dapat menjawab salah satu alternatif jawaban tersebut, maka pernyataan-pernyataan itu disusun dengan berpedoman pada penjelasan Surakhmad (1998:184) sebagai berikut:

1. Rumuskan setiap pernyataan sejelas-jelasnya dan seringkas-ringkasnya

2. Mengajukan pernyataan-pernyataan yang memang dapat dijawab oleh responden, pernyataan mana yang tidak menimbulkan kesan negatif

3. Sifat pernyataan harus netral dan obyektif

4. Mengajukan hanya pernyataan yang jawabannya tidak dapat diperoleh dari sumber lain

5. Keseluruhan pernyataan dalam angket harus sanggup mengumpulkan kebulatan jawaban untuk masalah yang kita hadapi

Dari uraian tersebut, maka dalam menyusun pernyataan dalam angket ini harus bersifat jelas, ringkas dan tegas. Pernyataan-pernyataan angket penelitian ini dapat dilihat pada lampiran.

4. Uji Coba Angket

Angket yang telah disusun harus diuji cobakan untuk mengukur tingkat validitas dan reliabilitas dari setiap butir pertanyaan-pernyataan. Dari uji coba angket akan diperoleh sebuah angket yang memenuhi syarat dan dapat digunakan sebagai pengumpul data dalam penelitian ini.

Uji coba angket ini dilaksanakan terhadap siswa di kelas X SMPN 2 Tukdana Kabupaten Indramayu pada tanggal 8 Juli 2010 – selesai. Angket tersebut diberikan kepada para sampel uji coba sebanyak 20 orang. Sebelum para sampel mengisi angket tersebut, penulis memberikan penjelasan mengenai cara-cara pengisiannya.

Adapun Langkah-langkah pelaksanaan uji coba angket ini adalah sebagai berikut:

a. Pembuatan kisi-kisi angket

b. Penyusunan butir-butir soal angket

c. Pengurusan perizinan untuk penelitian

d. Penyebaran angket

e. Pengumpulan angket

f. Penskoran untuk uji validitas dan reliabilitas angket

Langkah-langkah dalam mengolah data untuk menentukan validitas instrumen tersebut adalah:

a. Data yang diperoleh dari hasil uji coba dikumpulkan dan dipisahkan antara skor tertinggi dan terendah

b. Menentukan 27% responden yang memperoleh skor tinggi dan 27% yang memperoleh skor rendah.

c. Kelompok yang terdiri dari responden yang memperoleh skor tinggi disebut kelompok atas. Sedangkan kelompok yang terdiri dari responden yang memperoleh skor rendah disebut kelompok bawah.

d.

SXi

X =

n

Mencari nilai rata-rata (X) setiap butir pernyataan kelompok atas dan nilai rata-rata (X) setiap butir kelompok bawah dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

X : nilai rata-rata yang dicari

Xi : Jumlah skor

n : Jumlah responden

e. Mencari simpangan baku (S) setiap butir pernyataan kelompok atas dan kelompok bawah dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

S : simpangan baku yang dicari

S (X – X)2 : jumlah hasil penguadratan nilai skor dikurangi rata-rata

n - 1 : jumlah sampel dikurangi satu

f. Mencari variansi gabungan (S2) untuk setiap butir pernyataan kelompok atas dan kelompok bawah dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

S2 : varians gabungan

S1 : Simpangan baku kelompok satu

S2 : Simpangan baku kelompok dua

n : sampel

g. Mencari nilai t-hitung untuk setiap butir pernyataan dengan rumus sebagai berikut:

t : nilai t yang dicari

X : rata-rata suatu kelompok

s : Simpangan baku gabungan

n : Jumlah sampel

h. Selanjutnya membandingkan nilai t-hitung dengan nilai t-tabel dalam taraf nyata 0.05 atau dengan tingkat kepercayaan 95%.

Dalam menentukan valid tidaknya sebuah butir pernyataan tes dilakukan pendekatan signifikansi, yaitu jika t-hitung lebih besar atau sama dengan t-tabel maka dinyatakan pernyataan tersebut dapat digunakan sebagai alat pengumpul data, tetapi jika sebaliknya, jika t-hitung lebih kecil dari t-tabel maka pernyataan tersebut tidak signifikan, dengan kata lain pernyataan tersebut tidak dapat dijadikan sebagai alat pengumpul data.

Untuk mengetahui tingkat reliabilitas instrumen, penulis melakukan pendekatan sebagai berikut:

a. Membagi butir pernyataan menjadi dua bagian pernyataan yang bernomor ganjil dan bernomor genap.

b. Skor dari butir pernyataan yang bernomor ganjil dikelompokkan menjadi variabel x dan skor dari butir-butir pernyataan yang bernomor genap dijadikan variabel y.

c. Mengkorelasikan antara skor butir-butir pernyataan yang bernomor ganjil dengan butir-butir pernyataan yang bernomor genap dengan menggunakan rumus korelasi Person Product Moment sebagai berikut:

Keterangan:

rxy : koefisien korelasi yang dicari

XY : jumlah perkalian skor x dan skor y

SX : jumlah skor x

SY : jumlah skor y

n : jumlah banyaknya soal

d. Mencari reliabilitas seluruh perangkat butir dengan menggunakan rumus Spearman Brown dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:

rii : koefisien yang dicari

2. r : dua kali koefisien korelasi

1 + r : satu tambah koefisien korelasi

e. Menguji signifikansi korelasi, yaitu dengan rumus yang dikembangkan oleh Sudjana yaitu sebagai berikut:

Keterangan:

t : nilai t-hitung yang dicari

r : koefisien seluruh tes

n - 2 : Jumlah soal/pernyataan dikurangi dua

5. Pelaksanaan Pengumpulan Data

Instrumen yang telah dinyatakan valid dan reliabel dalam arti instrumen itu dapat digunakan sebagai alat pengumpul data. Dalam penelitian ini penulis memperbanyak angket untuk disebarkan kepada sampel penelitian yang merupakan sumber data dalam penelitian. Angket tersebut disebarkan kepada para sampel mulai tanggal 16 Juli 2010

6. Prosedur Pengolahan dan Analisis Data

Mengenai penghitungan data yang bersifat kuantitatif dijelaskan oleh Arikunto (2002:208) sebagai berikut

Data yang bersifat kuantitatif yang berwujud angka-angka hasil penghitungan atau pengukuran dapat diproses dengan beberapa cara antara lain:

a. Dijumlahkan, dibandingkan dengan jumlah yang diharapkan dan diperoleh persentase.

b. Dijumlahkan, diklasifikasikan sehingga merupakan suatu urutan dan selanjutnya dibuat suatu tabel, kemudian diproses menjadi penghitungan untuk mengambil kesimpulan.

Berdasar pada penjelasan di atas maka pengolahan dan analisis data yang digunakan yaitu sebagai berikut:

1. Menghitung skor rata-rata dari setiap kelompok sampel, dengan menggunakan pendekatan dari Sudjana (2001:62):

S Xi

X =

n

Arti dari tanda-tanda dalam rumus tersebut adalah:

X = Skor rata-rata yang dicari

Xi = Nilai data

S = Jumlah

n = Jumlah sampel

2. Menghitung simpangan baku, menurut Sudjana (2001:94):

S (X-X)2

S =

n – 1

Arti dari tanda-tanda dalam rumus tersebut adalah:

S = Simpangan baku yang dicari

n = Jumlah sampel

S (X-X)2 = Jumlah kuadrat nilai data dikurangi rata-rata

3. Menguji homogenitas. Rumus yang digunakan menurut Sudjana (2001:250) adalah sebagai berikut:

Variansi terbesar

F =

Variansi terkecil

Kriteria pengujian adalah: terima hipotesis jika F-hitung lebih kecil dari F-tabel distribusi dengan derajat kebebasan = (V1,V2) dengan taraf nyata (a) = 0,05.

4. Menguji normalitas data menggunakan uji kenormalan Lilliefors. Prosedur yang digunakan menurut Sudjana (2001:466) adalah:

a. Pengamatan X1, X2, … Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, ..., Zn dengan menggunakan rumus:

Xi – X

Z1 =

S

(X dan S masing-masing merupakan rata-rata dan simpangan baku dari sampel)

b. Untuk bilangan baku ini digunakan daftar distribusi normal baku, kemudian dihitung peluang F (Z1) = P (Z Z1).

c. Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2, … Zn SZi. Jika proporsi ini dinyatakan S(Zi), maka:

Banyaknya Z1, Z2, ... , Zn S Zi

S (Zi) =

n

d. Menghitung selisih F (Zi) - S (Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya.

e. Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih tersebut. Untuk menolak atau menerima hipotesis, kita bandingkan Lo dengan nilai kritis L yang diambil dari daftar untuk taraf nyata a yang dipilih. Kriterianya adalah: tolak hipotesis nol jika Lo yang diperoleh dari data pengamatan melebihi L dari daftar tabel. Dalam hal lainnya hipotesis nol diterima.

5. Menghitung koefisien korelasi dengan cara mengkorelasikan data variabel X dengan data variabel Y menggunakan rumus korelasi Person Product Moment sebagai berikut:

n S XY – (SX) (SY)

rxy =

(n (SX2) – (SX)2 ) (n (SY2) – (SY)2 )

6. Menguji signifikansi korelasi menggunakan rumus sebagai berikut:

r Ö n - 2

t =

Ö 1 – r 2

7. Menghitung besarnya hubungan menggunakan rumus determinan sebagai berikut:

D = r2 x 100%

1 komentar:

  1. skripsi e pak tomo toh, saya lihat ternyata hemmmmm.................

    BalasHapus